Belajar Mengabdi pada Kaum Miskin
Diambil dari: http://pejesdb.com/
[Download versi lengkap warta - PDF]
Pekan ini Tuhan menyapa kita semua melalui Sabda-Nya untuk belajar mengabdi kepada kemanusiaan, lebih khusus lagi kita dipanggil untuk mengabdi kepada kaum miskin dan mereka semua yang belum beruntung.
Mengapa kita perlu mengabdi kepada kaum papa dan miskin? Karena mereka adalah sahabat-sahabat Tuhan (anawim). Mereka menjadi pusat perhatian dari Yesus Kristus sendiri selama berada di dunia ini. Ia datang ke dunia untuk mewartakan Injil kepada mereka (Luk 4:18). Mereka disapa sebagai orang yang berbahagia karena mereka akan memiliki kerajaan Sorga (Mat 5:3).
Saya mendapat inspirasi dari pemikiran Romo Mangun yang mengabdikan dirinya total bagi kaum miskin. Ia bercita-cita dan memiliki harapan untuk memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Novel Burung-Burung Rantau, beliau menulis: “Tanah air, tempat penindasan diperangi, tempat perang diubah menjadi kedamaian, kira-kira begitu. Tempat kawan manusia diangkat menjadi manusiawi, oleh siapapun yang ikhlas berkorban. Dan patriotisme masa kini adalah solidaritas dengan yang lemah, yang hina, yang miskin, yang tertindas”. Kata-kata ini sederhana tetapi sangat bermakna bagi kita semua.
Nabi Amos mengamati situasi sosial dan kemasyarakatan di daerah Samaria, penuh dengan ketidakadilan sosial. Kaum miskin dianggap tidak memiliki martabat sebagai manusia oleh para penguasa pada masa itu. Perilaku jahat dirancangkan terhadap kaum papa miskin. Mereka berlaku tidak jujur terhadap sesama dengan menginjak-injak orang miskin, membinasakan orang sengsara, berlaku curang dengan menipu. Tindakan-tindakan demikian tidalah elok karena menjadikan sesama bukanlah sebagai manusia. Orang lupa bahwa perbuatan-perbuatan mereka itu tetap akan diingat oleh Tuhan selama-lamanya.
Tuhan menghendaki agar kita benar-benar bersikap jujur dan adil sebagai abdi Tuhan. Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil berkata kepada para murid-Nya: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Luk 16: 10). Para murid diharapkan untuk hidup sebagai abdi atau hamba sesuai dengan kehendak Tuhan. Abdi yang setia dalam perkara-perkara mulai dari perkara yang kecil hingga perkara yang besar. Abdi yang tidak benar dalam perkara kecil, tidak benar juga dalam perkara yang besar. Maka hidup memang harus sinkron antara apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan di hadapan Tuhan.
Abdi yang setia itu hanya akan memilih satu tuannya bukan dua tuan. Bagi Yesus, orang yang mengabdi dua tuan akan membenci satu tuannya dan mengasihi tuannya yang lain. Ia juga akan setia kepada satu orang dan yang lain ia tidak mengindahkannya. Sama halnya juga dengan harta kekayaan. Orang tidak boleh terlalu melekat pada harta kekayaan, uang, (mamon) dan melupakan Tuhan Allah sebagai sumber segala sesuatu. Manusia sebagai abdi, harus berani memilih apakah mengabdi Tuhan atau mengabdi mamon.
Banyak orang menjadi licik, licin seperti belut. Mereka mencari berbagai cara untuk berlaku curang terhadap sesama manusia. Mereka melakukan korupsi tanpa malu-malu, menerima uang suap tanpa malu-malu. Lebih parah lagi orang melakukan korupsi uang rakyat miskin. Artinya perkataan Amos ada benarnya bahwa orang miskin saja dijual seharga sandal jepit. Orang melakukan korupsi karena mereka tidak setia dalam hidupnya, mulai dari hal-hal kecil dan dianggap sepeleh. Lama kelamaan korupsi membudaya dan berjamaah. Di Republik ini betapa banyak anggota parlamen yang tertangkap tangan oleh KPK karena menerima suap. Mafia pengadilan semakin menjadi-jadi. Hati nurani mereka seakan tumpul, tak berdaya di hadapan manusia yang lain.
Apa yang harus kita lakukan? St. Paulus dalam bacaan kedua menasihati kita untuk berdoa tanpa jenuh hati. Paulus meminta supaya Timotius dan rekan-rekannya memanjatkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur kepada Allah bagi semua orang, bagi pemerintah dan penguasa supaya kita hidup aman, tentram dalam kesalehan dan kehormatan. Sikap seperti ini patut dipertahankan karena berkenan kepada Allah. Memang pemerintah kita banyak yang suka korupsi dan terima suap. Hati nurani mereka sudah tumpul. Kita perlu mendoakan mereka supaya bertobat dan kembali ke jalan Tuhan, jalan yang benar.**