PERTOBATAN PLASTIK
Spiritualitas dalam kepedulian terhadap sampah plastik
Ditulis oleh: Sie Lingkungan Hidup.
Sumber : Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial oleh Romo Andang L. Binawan.
[Download versi lengkap warta - PDF]
Mengusung tema Pertobatan Plastik, Lembaga Daya Darma KAJ – sebuah lembaga pelayanan sosial milik Keuskupan Agung Jakarta dan Gropesh (Gerakan Orang Muda Peduli Sampah), mengadakan workshop yang berlangsung tanggal 29 Feb 2020, yang bertujuan untuk memberikan inspirasi kegiatan peduli sampah plastik dari sekedar memilah sampah ke level berikutnya, yakni mengolah sampah plastik menjadi sebuah benda berfungsi/ end product.
Terinspirasi oleh Precious Plastic, sebuah open source project yang memungkinkan orang dapat melakukan bisnis daur ulang dalam skala kecil/ perorangan, LDD KAJ dan Gropesh mendaur ulang plastik HDPE (High Density Polyethylene) yang berasal dari botol shampoo, tutup botol dan kemasan plastik keras lainnya.
Mesin pencacah untuk mencacah kemasan plastik menjadi berukuran kecil dan oven untuk melelehkan cacahan plastik, digunakan untuk mengubah sampah kemasan plastik menjadi sebuah produk baru hasil daur ulang, seperti misalnya mangkok, nampan, jam dinding dan aksesories dekorasi lainnya.
Nilai Spiritualitas Dibalik Kegiatan Aksi Peduli Plastik:
Manusia adalah citra Allah.
Manusia diyakini sebagai “mahkota” ciptaan, artinya dalam kisah penciptaan di Kitab Kejadian dikatakan bahwa manusia diciptakan terakhir dan dipandang sungguh amat baik (Kej. 1:31). Manusia adalah citra Allah karena diciptakan menurut gambarNya. Sehingga manusia ditunjuk sebagai mitra Allah dalam mejaga dan merawat kehidupan Bersama dengan ciptaan Allah lainnya.
Keadilan dan keselamatan bagi seluruh ciptaan.
Wujud cinta kepada Allah, seharusnya diwujudkan bukan dalam konteks mencintai sesama manusia saja tetapi juga mahluk hidup lainnya, karena Allah Bapa adalah Allah yang inklusif, artinya Allah adalah Bapa untuk semua ciptaaanNya, bukan hanya Allah manusia.
Keyakinan itulah yang menjadi dasar bahwa kepedulian kepada sesama dan kepada keutuhan ciptaan melalui kepedulian pada lingkungan hidup, sungguh menjadi bagian dari inti iman, bukan hanya sekedar tempelan. Dengan hukum cinta kasih yang dibawa Yesus, bahwa kita mencintai Allah dengan mencintai sesama terutama yang menderita, kita mencintai sesama yang menderita juga dengan mencintai lingkungan hidup sekitar kita.
Panggilan untuk “berbuah”
Mengutip apa yang disampaikan oleh Ignatius Kardinal Suharyo dalam pengantar pada buku yang berjudul Spiritualitas Eko-Sosial yang ditulis oleh Romo Andang L. Binawan, bahwa spiritualitas Gereja didirikan Kristus sendiri dengan tujuan ganda. Tujuan keluar adalah menjadi sakramen keselamatan bagi dunia baik keselamatan di akherat maupun keselamatan saat ini. Tujuan ke dalam adalah menjadi “tanah yang baik” bagi benih iman yang ditaburkan dalam hati umatnya. Pada akhirnya kedua tujuan ini terkait erat dalam upaya kelembagaan untuk ikut berperan serta membangun kerajaan Allah di dunia.
Peduli terhadap sampah dikatakan sebagai salah satu cara mewujudkan keadilan-eko social, yang tentu saja sangat relevant dengan misi tahun Keadilan Sosial yang dicanangkan oleh KAJ di tahun 2020 ini. Peduli sampah berarti mengisi keadilan eko-sosial dengan mewujudkan kebiasaan sosial yang baru, dan disisi lainnya adalah peduli terhadap masalah lingkungan hidup.
Gereja ikut serta dalam membentuk habitus baru, sebuah kebiasaan yang dibentuk supaya manusia dapat bertindak spontan dan menjadikan nya sebagai kebiasan hidup sehari-hari. Dalam hal ini kebiasaan dalam mengurangi dan memilah sampah plastik dan mungkin juga mengolah (mendaur ulang) sampah plastik agar memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi.
Melihat dari kacamata iman, peduli sampah adalah wujud dari pertobatan dosa ekologis yang dilakukan dan sekaligus sebagai salah satu upaya agar iman berbuah.
Kepedulian terhadap sesama dan dunia adalah bagian hakiki dari iman. Seperti dikatakan St. Yakobus dalam Yak. 2:26, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”. Berbuah berarti “berbuat nyata”. Iman dan cinta kasih harus diwujudkan di lingkungan sekitar kita dan bisa memberi jawaban atas permasalah-permasalahan di sekitar kita, termasuk permasalahan lingkungan hidup.