sekretariat@parokisanmare.or.id

021-745 9715, 745 9726

Jadwal Misa
Senin-Sabtu : 06.00 WIB
Jumat Pertama : 06.00, 12.00, 19.30 WIB
Sabtu : 17.00 WIB
Minggu : 06.30, 09.00, 17.00 WIB

Sampaikan Intensi Misa: WA Sekretariat SanMaRe

Siraman Rohani 56 - 19 Desember 2018

Rabu, 19 Desember 2018
Pekan Khusus Adven III
¤ Hak. 13:2-7,24-25a
¤ Mzm.71:3-4a,5-6ab,16-17
¤ Luk.1:5-25

"Spera in Deum"
Percayalah kepada Allah
   Hari ini bacaan Injil Lukas semakin memperjelas menjelang kelahiran Yesus dipersiapkan terlebih dahulu kelahiran Yohanes Pembaptis, yang artinya juga mempersiapkan jalan bagi Yesus dalam karya penyelamatan umat manusia. Kita melihat apa yang di nubuatkan nabi Maleakhi digenapi di dalam diri Yohanes Pembaptis. 
   Adapun makna dari berita kelahiran Yohanes Pembaptis yang dapat kita renungkan dan menjadi pelajaran berharga bagi perkembangan iman kepercayaan kita kepada Yesus, antara lain:
1. *Bekerjasama*
   Iman _bekerjasama_ dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.
   Rencana Allah jauh lebih sempurna. Hal ini harus menjadi pedoman kita bahwa apapun persoalan yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah bagian dari rencana Allah yang mengaturnya dan pastikan hati kita mau menerimanya. Sinkronkan antara pengetahuan kita dengan iman kita tentang kebenaran firman Tuhan agar selaras di dalam perbuatan kita.
   Setelah pikiran kita dipenuhi oleh sabda Tuhan maka hati kita mesti siap menerima segala rencana Allah yang digenapi dalam hidup kita dan tidak boleh memilih-milih yang mau diterima sebab terkadang ada rencana Allah yang merupakan ujian buat iman kita dan biasanya kedagingan akan menolaknya. 
   Di sinilah kita diajak untuk menyadari bahwa perbuatan kita yang sesuai dengan pikiran dan hati kita akan memperkuat dan meneguhkan iman kita. 
2. *Bertumbuh*
   Iman kita harus terus bertumbuh. Iman itu sangat penting dan menjadi dasar perilaku dan perbuatan kita.
   Di sinilah kita diajak untuk lebih mengenal dan memahami sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci dan mendengarkan Roh Kudus yang berbicara langsung melalui hati nurani kita.
3. *Bersyukur*
   Bersyukur atas segala pemberian Allah. Kita harus meyakini bahwa setiap pemberian Tuhan itu adalah yang terbaik bagi hidup kita walaupun tidak selalu menyenangkan hati pada saat diberikan tetapi kesudahannya nanti membawa kita kepada hidup di dalam kekekalan. 
   Di sinilah kita diingatkan untuk selalu _bersyukur_ atas semua pemberian Tuhan.
   Saudaraku, apakah kita senantiasa percaya sekaligus mempercayakan hidup kita hanya kepada Tuhan Yesus dalam segala situasi hidup kita? 
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Selasa, 18 Desember 2018
Pekan Khusus Adven III
¤ Yer. 23:5-8
¤ Mzm. 72:2,12-13,18-19
¤ Mat. 1:18-24

"Conforta me"
Kuatkanlah kami!
   Inilah harapan iman kita ketika mengalami kegalauan hati seperti yang dialami Yusuf ketika mengetahui bahwa Maria, tunangannya sedang mengandung.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, kita diajak belajar beriman dari Bapak Keluarga Kudus, yakni Yusuf. Ia menjadi "suami" Maria, yang selalu hadir untuk "mengayomi" dan tidak "menghakimi"
   Adapun pola hidup Yusuf yang dapat kita teladani, antara lain:
1. Ketulusan
   Ketulusan hati Yusuf, membuat hatinya murni sehingga ia layak bagi Tuhan. Ia dekat dan hangat dengan Tuhan sehingga bisa lebih peka merasakan "sapaan dan tawaran ilahi" di tengah hidup yang insani.
   Di sinilah Yusuf menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pria sejati dan aneka kebajikan yang dimilikinya yakni ia seorang yang tulus hati sehingga ia mampu memahami pesan malaikat di dalam mimpi sebagai cara Tuhan meminta tugas dan tanggung jawabnya bagi keluarga kudus. Ia menerima Yesus dan Maria apa adanya dan setia selamanya. Jati diri Yesus juga diungkapkan kepadanya oleh malaikat yakni sesuai dengan makna namanya, Yesus akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.
2. Keterbukaan
   Keterbukaan hati Yusuf, membuatnya bisa bersabar di saat tertekan, tersenyum di saat hati menangis, diam di saat terhina dan mempesona karena memaafkan serta mengasihi tanpa pamrih. Keterbukaan hati Yusuf,  membuatnya bertambah kuat dalam doa dan pengharapan iman.
   Di sinilah kita diajarkan nilai keterbukaan hati dan ketaatan yang luar biasa terhadap kehendak Allah membuat Yusuf menerima Maria secara tulus. Ini merupakan ungkapan kasihnya kepada semua rencana ilahi. Bagaimana dengan kita?
3. Kesederhanaan
   Kesederhanaan hati Yusuf, membuat kehadirannya tidak banyak kata tapi banyak karya dengan kasih nyata. Ia tidak hanya menganggur tapi bekerja sebagai tukang kayu. Ia tipe orang yang mau kerja keras, kerja iklas dan kerja tuntas. Itulah sebabnya Tuhan sendiri hadir di tengah kesederhanaan dan mencintai orang-orang sederhana yang kerja nyata.
   Di sinilah kita diajarkan bahwa Natal adalah momentum iman. Momentum dimana "Tuhan menyelamatkan" melalui kedatangan Yesus yang menyelamatkan ini, mengajak kita untuk selalu "beriman", sehingga diselamatkan: dibebaskan dari kesalahan dan perbudakan dosa.
   Saudaraku, sabda Tuhan pada hari ini sangat inspiratif bagi keluarga-keluarga Kristiani di zaman ini. Tujuan hidup berkeluarga adalah supaya pasangan hidup itu merasa bahagia bukan menderita. Kita belajar dari keluarga kudus dari Nazaret pada hari ini: mereka saling menerima satu sama lain, meskipun penuh pengorbanan diri.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria dan Yusuf suaminya senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Senin, 17 Desember 2018
Pekan Khusus Adven III
¤ Kej.49:2,8-10
¤ Mzm.72:1-2,3-4b,7-8,17
¤ Mat.1:1-17

"Sensus historicus"
~ _Citarasa kesejarahan_ ~
   Inilah silsilah keturunan yang menjelaskan hubungan kekerabatan kasih Allah.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, memapar-tebarkan silsilah Yesus yang memuat 42 daftar nama orang hidup, yang berada dalam satu garis keturunan, mulai dari Abraham sampai Yesus, yakni ada 14 keturunan dari Abraham sampai dengan Daud, 14 keturunan dari Daud sampai dengan pembuangan ke Babel, dan 14 keturunan dari pembuangan ke Babel sampai dengan Kristus.
   Adapun dari silsilah dan citarasa kesejarahan ini, ada _empat nilai dasar_ yang bisa kita refleksikan, antara lain: 
1. *Mengenali*
   Kita dapat mengenali Yesus Kristus, karena disebut “Putra Daud yang Terurapi”, bahkan dengan jelas Yesus disebut mewarisi tahta Daud. Namun sebenarnya Yesus jauh lebih tinggi daripada Daud. Ia sudah ada lebih dahulu sebagai Putra Allah Bapa sebelum Daud. Sebagai Mesias, Ia tak hanya datang dari garis Daud tetapi juga lebih besar dari semua penguasa sebelum pun sesudah Dia.
   Di sinilah kita diajak untuk lebih terbuka, akrab dan dekat mengenali keluarga dan kerabatNya secara nyata.
2. *Mencintai*
   Yesus menekankan bahwa Ia memang keturunan Daud, tetapi lebih dari itu, Dia adalah Anak Allah. Dia adalah Tuhan penguasa langit dan bumi, pemilik kehidupan!
   Di sinilah kita diajak untuk mencintai dan bersandar pada Yesus serta membiarkan Dia yang memimpin hidup kita selamanya.
3. *Memaknai*
   Kita semua punya sejarah dan dengan pemaknaan atas sejarah hidup.
   Di sinilah kita diajak untuk tidak hanya terpaku karena kita semua mempunyai "cerita" panggilan dalam hidup ini, tapi kita juga "sejarah" yang penuh makna untuk menjawabi dan mengisi kehidupan ini lewat panggilan kita. 
4. *Mengimani*
   Allah berkenan memilih dan memakai banyak orang yang hidup menjadi alatNya, karena kasih Allah itu hidup, tidak berbatas, besar dan lebar.
   Kita diajak selalu mengimani bahwa Tuhan pasti berkarya lewat sejarah dan silsilah hidup kita masing-masing, lewat semua orang yang hadir dan mengalir dalam sejarah hidup kita, entah baik atau buruk. Iman membuat kita berani untuk mensyukuri semua berkatNya lewat sejarah hidup dan keluarga kita dengan segala permasalahanya.
   Saudaraku, 'inkarnasi' bukan hanya menyampaikan pesan bahwa kita dicintai, tetapi juga bahwa hidup ini sangat berharga. Bukan karena apa yang kita miliki, melainkan karena hidup disertai dan dialami oleh Allah sendiri. Bila Allah sungguh menghormati hidup manusia, tentunya kita sendiri mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hidup kita dan hak hidup setiap orang.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin

 

Kamis, 13 Desember 2018

Matius 11:11-15

"Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan, tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Namun, yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripadanya." (Mat. 11:11)✝

    Yesus memuji Yohanes Pembaptis sebagai nabi besar, yang dengan berani mengajak umat untuk bertobat dan kembali kepada Allah, yakni mempersiapkan, memurnikan jalan bagi kedatangan Yesus. 
    Lilin masa Adven masih bernyala dua. Masih ada waktu untuk bertobat dan melepaskan diri dari kurungan benci, dendam, amarah dan sikap-sikap dosa lainnya. Kita berusaha mengenal Yesus dalam ketekunan membaca dan merenungkan sabda-Nya dalam Kitab Suci. Kita tekun  beribadah dan berdoa, agar kita tidak malu mengakui bahwa kita dekat dengan Yesus. Dengan menjadi dekat dengan Yesus, kita semakin dimampukan untuk menimba segala keutamaan yang ada pada hidup-Nya dan dalam ajaran-ajaran-Nya. Dan Natal akan terasa indah, damai, suci kalau hati kita telah dibersihkan dari dendam, benci dan amarah. Inilah kesempatan bagi kita untuk mencapai kedamaian hati melalui sikap tobat dan perbuatan kasih terhadap Allah dan sesama.?

Ya Allah, aku hendak bertelut memohon maaf atas dosa dan kesalahanku. Amin.?

Jumat, 7 Desember 2018

 Matius 9:27-31

*Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai Anak Daud." (Mat. 9:27)*✝

    Peristiwa penyembuhan dua orang buta yang kisahnya dalam Injil ini, adalah juga gambaran diri kita. Kita sering kali juga menjadi buta. Akibatnya kita tidak mampu melihat kebaikan Tuhan dan juga sesama. Kita tidak mampu melihat karya-karya Agung Tuhan. Kita buta karena mata kita tertutup oleh egoisme dan keangkuhan diri kita sendiri. Kedua orang buta dalam Injil hari ini, mengajar kita untuk berani memohon dan kalau perlu berteriak atau berseru agar kita dimampukan untuk melihat atau sembuh dari kebutaan. 
    Kita datang dengan penuh kerendahan hati, menyadari kekurangan atau kebutaan kita, dan bertekad untuk sembuh dan pertolongan Tuhan. Dan dengan begitu, kita juga belajar dari dua orang buta itu untuk memasyhurkan nama Tuhan; menceritakan Karya Agung Tuhan yang kita alami dalam hidup kita.?

Ya Tuhan Yesus, bukalah mata hatiku dan mati imanku agar aku mampu melihat Karya Agung-Mu dalam hidup harianku. Amin.?

Rabu, 05 Desember 2018*
*Pekan Adven I*
¤ Yes. 25:6-10a
¤ Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6
¤ Mat. 15:29-37
*"Configuratio Christi"*
~ Keserupaan dengan Kristus ~
   Inilah semangat yang mengajak kita untuk 'membuka hati' terhadap sesama seperti Kristus.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Yesus mengajarkan bagaimana cara 'membuka hati' dengan tindakan pengorbanan dalam suatu perbuatan nyata.
   Adapun tiga tindakan 'membuka hati' dengan pengorbanan Yesus yang dinyatakan dalam perbuatan nyata, antara lain: 
1. *Berbelas-kasih*
   Berbelas-kasih dengan melakukan perbuatan baik: menyembuhkan orang yang sakit. Orang-orang yang ingin mendapat kesembuhan adalah mereka yang sakit: lumpuh, timpang, buta dan bisu. Mereka memohon berkat untuk disembuhkan. Orang-orang ini _merasakan mukjizat kesembuhan_ dari Tuhan Yesus sehingga menakjubkan banyak orang lainnya.
   Di sinilah kita diajak untuk _menyerupai_ Yesus Kristus yang berbelas-kasih dengan melakukan _perbuatan-perbuatan baik_ yang mencerminkan belas kasih Tuhan di dalam diri kita. Sama seperti Yesus yang _memberkati_ banyak orang sehingga mereka sembuh, kita juga dapat menjadi _berkat_ yang _menyembuhkan_ kehidupan banyak orang. Jadi kita diutus menjadi _berkat_ bagi sesama di masa advent ini.
2. *Berbela-rasa*
   Berbela-rasa lewat pengajaran. Mereka ingin mendapat pengajaran berupa berita gembira tentang Kerajaan Allah. Tiga hari bersama Yesus merupakan waktu mesianis yang luar biasa. Tiga hari yang menyempurnakan hidup mereka semua. Orang tidak hanya menjadi sembuh, tetapi hidupnya juga diubah dari dalam karena pengajaran Yesus.
   Di sinilah kita diajak  untuk 'peka' dengan mengajar banyak orang bukan dengan kata-kata tetapi dengan _teladan hidup_ sehari-hari. Tidak cukup mendidik anak hanya dengan mencukupi kebutuhan materi saja. Mereka juga butuh keteladanan hidup dari orang tuanya. 
3. *Berpartisipasi*
   Berpartisipasi lewat santapan dengan tujuh buah roti dan beberapa ikan kecil. Yesus ber-ekaristi dan menjamu mereka sehingga mereka mendapat kepuasan dan kelegaan. Jadi Yesus tidak hanya memberkati dan mengajar tetapi lebih dari itu Ia memberikan roti dan ikan untuk memuaskan hidup mereka. Belas kasih Tuhan itu menjadi sempurna dalam perayaan Ekaristi di mana Yesus _memberi diriNya secara total_ sebagaimana dilambangkan oleh roti dan anggur. Roti itu _diambil, disyukuri, dipecah-pecah_ dan _dibagi-bagi_ sehingga memuaskan semua orang. Yesus merelakan diriNya menjadi kurban penebusan dosa kita semua.
   Di sinilah kita diajak untuk berani dan rela mengurbankan diri dengan berpartisipasi seperti persembahan roti dan ikan yang dapat memuaskan banyak orang yang lapar. Pemberian diri, waktu, bakat dan kemampuan yang kita persembahkan, sungguh melegakan karena membuat banyak orang bertumbuh dan berkembang sebagai orang beriman. Oleh karena itu kita harus berani senantiasa ikut _berpartisipasi_ untuk dipersembahkan agar diubah oleh Yesus menjadi 'berkat' bagi banyak orang. 
   Saudaraku, kita adalah rasul-rasul zaman ini. Kita menjadi mitra kerja Yesus, yang membantu pekerjaan-pekerjaan Tuhan untuk memberkati, mengajar dan memuaskan rasa lapar saudari-saudara kita.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Minggu, 02 Desember 2018
Pekan Adven I
¤ Yer. 33:14-16
¤ Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14
¤ 1Tes. 3:12 - 4:2
¤ Luk. 21:25-28,34-36

"Vigilate et orate"
~ _Berjaga-jagalah dan berdoalah_ ~
   Inilah _dua sikap_ yang tepat dan direkomendasikan untuk terus menerus dibangun dalam masa Adven.
   Hari ini kita memulai masa Adven. Masa Adven merupakan masa penantian penuh harapan dan sukacita akan kedatangan Tuhan dan masa persiapan Natal dengan sikap pertobatan.
    Kata “Adven” berasal dari kata Latin “Adventus” yang berarti kedatangan. Dalam Kitab Suci kata itu dipakai untuk kedatangan Kristus yang kedua pada akhir zaman sebagai terjemahan kata Yunani “parousia”. Selain itu sebenarnya secara teologis perayaan Natal pun merupakan adventus (kedatangan) Kristus, Sang Penebus. Karena itu misteri iman yang direnungkan pada masa Adven ini berkaitan dengan kedatangan Tuhan baik kedatangan-Nya yang pertama di Bethlehem 2018 tahun yang lalu maupun kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman. 
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, mengajak kita secara aktif mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman.
   Adapun _dua sikap dasar_ yang dibutuhkan dalam mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan, antara lain:
1. *Kebijaksanaan*
   Yesus menegaskan bahwa para murid tidak perlu bingung, takut dan kehilangan harapan tetapi _“bangkitlah dan angkatlah mukamu”,_ hadapi semua peristiwa yang akan terjadi, apa pun peristiwa itu, dengan optimis, kuat, tabah dan gembira, “sebab penyelamatanmu sudah dekat." Ketegasan sikap Yesus ini menunjuk pada _kebijaksanaan_ dalam bersikap. 
   Di sinilah kita diajak untuk bersikap bijaksana dengan menyadari bahwa dunia ini bukan zona nyaman dan bukan pula zona perhentian permanen hidup kita. Kita harus berani masuk ke dalam 'zona resiko' untuk melanjutkan peziarahan menuju Yerusalem surgawi, tempat tinggal kita yang sejati dan abadi.
2. *Kewaspadaan*
   Sikap yang tepat dan direkomendasikan dalam menghadapi akhir zaman yang akan terjadi dengan tiba-tiba, tidak bisa diduga atau diramalkan sebelumnya, adalah sikap _'eling lan waspada'_ yakni berdoa ('eling') terus menerus (permanent vigilance) dengan _tekun - setia._ Sedangkan sikap _kewaspadaan_  itu mencakup perilaku, baik _perilaku tubuh_ yakni sikap, ucapan, tindakan, maupun _perilaku batin_ yakni pikiran, perasaan, suasana hati. 
   Di sinilah kita diajak untuk memilih dan melaksanakan tugas yang dipercayakan dengan tekun dan setia serta “selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu”
Doa merupakan cara untuk selalu menyadari diri hidup di hadirat Allah. Mengisi hidup dengan ketekunan dan kesetiaan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, memenuhi hati dengan ucapan syukur dan pujian, dengan keberanian dan kesediaan menyandarkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi akan memampukan kita bertahan menghadapi aneka kesulitan hidup sampai Tuhan datang membebaskan kita.
   Saudaraku, marilah kita semua sungguh mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Tuhan dan secara konkret kiranya bagi kita semua juga penting untuk menggalang dan memperdalam hidup persaudaraan sejati antar kita.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus senantiasa menyertai kita sekeluarga dalam upaya terus menerus memiliki _kebijaksanaan_ dan _kewaspadaan._ Amin.

Saya enin, 26 November 2018
Pekan Biasa XXXIV
¤ Why. 14:1-3,4b-5
¤ Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
¤ Luk. 21:1-4

"Habitus fidei et authenticae"
~ Sikap iman yang autentik ~
   Kerendahan hati dan kerelaan serta ketulusan hati adalah kunci utama yang mengarah pada sikap iman yang autentik, asli, tidak pura-pura.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Yesus mengajarkan bagaimana sikap iman yang autentik itu lewat sikap hidup iman 'janda miskin'. 
   Adapun sikap hidup iman dari seorang 'janda miskin' yang dapat kita maknai, antara lain:

1. Tulus
    Seorang 'janda miskin' yang tulus dan bermurah hati memberikan persembahan dengan kasih, pengabdian dan pengorbanan meski jumlahnya paling kecil tapi justru lebih berharga daripada semua persembahan lainnya; sebab dia mempersembahkan semua yang ada padanya. Ia mendermakan seluruh nafkahnya dengan seluruh hatinya, tanpa memikirkan apapun selain ketulusan hati.
   Di sinilah kita dipanggil untuk belajar berani berkurban dengan tulus-ikhlas tanpa pamrih, mempersembahkan dari apa yang kita miliki untuk kepentingan sesama. Itulah panggilan mulia yang hendak kita hidupi.

2. Cinta
   Jumlah kecil yang dipersembahkan meskipun kecil tapi bila disertai dengan cinta yang besar akan lebih bermakna daripada jumlah besar yang dipersembahkan tanpa disertai kurban dan cinta.
   Cinta adalah keberanian untuk berkurban tanpa pamrih. Orang yang suci hatinya senantiasa siap sedia berkurban bagi orang lain. Dia jarang atau tidak pernah mengeluh, menggerutu atau marah ketika harus menghadapi kesulitan, tantangan dan hambatan sebagai konsekwen kesetiaan hidup beriman.
Demikian juga ketika dicaci maki atau diejek tidak akan pernah melawan atau membalasnya, melainkan tutup mulut seraya dalam hati mendoakannya disertai syukur dan terima kasih; agar kita semua semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.
   Di sinilah kita belajar dasar sikap iman yang autentik, karena terkadang kita sering terjebak dalam sikap hidup sok pamer agar dilihat dan dianggap keren. Sikap ini bukan saja berkaitan dengan kegemerlapan duniawi, tetapi juga sampai merasuki karya karitatif dan pelayanan rohaniah. Bisa jadi pelayanan kita disisipi motivasi tersembunyi, agar dianggap hebat, gaul dan penuh pengorbanan. Pada titik ini kita terjebak dalam sikap iman kosmetik, agar terlihat keren, tetapi cepat pudar dan tidak bertahan dalam arus pergumulan iman.
   Saudaraku, marilah kita persembahkan perbuatan kita yang kecil dengn cinta yang besar demi kebahagiaan dan keselamatan orang lain.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga yang berjuang mempersembahkan pelayanan dengan tulus ikhlas dan penuh cinta. Amin.

Sabtu, 24 November 2018
Pekan Biasa XXXIII
PW St. Andreas Dung Lac, Imam dkk, Martir
¤ Why. 11:4-12
¤ Mzm.144:1,2,9-10
¤ Luk. 20:27-40

"Resurrectionem et vitam aeternam"
~ _Kebangkitan dan Hidup Kekal_ ~
   Hari ini seluruh Gereja katolik merayakan pesta para martir dari Vietnam. St. Andreas Dung-Lac adalah seorang imam beserta semua rekan-rekannya. Andreas sendiri menjadi martir pada tahun 1839 dan dibeatifikasi tahun 1900 oleh Paus Leo XIII. Penginjilan di Vietnam terjadi pada abad XVIII-XIX. Di antara para martir terdapat 117 orang. Ada 8 uskup, 50 imam, 59 awam dari berbagai negara yang berbeda. Yohanes Paulus II memberi gelar kudus kapada para martir ini tanggal 19 Juni 1988. Para kudus bergembira di surga, sebab mengikuti jejak Kristus. Mereka menumpahkan darah demi Dia dan kini bersukaria selamanya.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Yesus memberi jawaban yang pasti tentang apa yang terjadi setelah kematian. Orang-orang Saduki datang kepada Yesus dan mempertanyakan tentang hidup baru yang akan dialami oleh tujuh pria yang menikahi seorang wanita. Yesus dengan bijaksana menjawab.
   Adapun jawaban Yesus yang tepat dan membuka wawasan orang Saduki tentang kebangkitan dan yang perlu kita refleksikan bersama, antara lain:
1. *Hidup baru*
   Orang-orang Saduki datang kepada Yesus dan mempertanyakan tentang _hidup baru_ yang akan dialami oleh tujuh pria yang menikahi seorang wanita. Yesus dengan bijaksana menjawab: _“Orang-orang dunia kawin dan dikawinkan, tetapi orang-orang yang dianggap layak mendapat bagian dalam dunia yang lain dan dalam kebangkitan orang mati tidak akan kawin dan tidak dikawinkan.  Mengapa? Karena mereka tidak akan mati lagi. Mereka akan seperti malaikat-malaikat dan anak-anak Allah karena sudah dibangkitkan.”_ (Luk 20:34-36). 
   Di sinilah kita diajarkan makna 'kebangkitan". Kebangkitan adalah lambang hidup yang baru. Kita semua yang dibangkitkan akan menjadi baru bersama Kristus seperti yang dijanjikanNya.
2. *Hidup Mulia*
   Para utusan Tuhan, para martir telah gugur demi kemuliaan Tuhan. Teladan kemartiran mereka membuktikan bahwa hidup mereka sungguh diubah menjadi persembahan yang sangat berharga. Darah para martir ditumpahkan demi nama Kristus turut membuat mereka serupa denganNya dan menampakkan kejayaan rahmatNya.
   Di sinilah Yesus mengingatkan dan mengajarkan bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang hidup bukan Allah orang mati. Kita semua memiliki panggilan luhur untuk menjadi anak-anak Allah yang dibangkitkan karena Kristus. Mereka yang sudah meninggal dalam Kristus akan menyerupai para malaikat dan melayani Tuhan siang dan malam. Demikian kita pun akan mengalami hal yang sama, ketika memiliki tubuh mulia seperti Kristus sendiri. Kita patut berbangga karena Tuhan mengasihi dan menguduskan tubuh kita yang fana menjadi tubuh yang mulia.
   Saudaraku, sesungguhnya apakah kita percaya adanya kebangkitan diantara orang mati dan adanya kehidupan kekal?  Sudahkah kita menjalani hidup sesuai kehendak Tuhan dengan taat dan setia? 
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga yang percaya pada kehidupan kekal. Amin.

Jumat, 23 November 2018
Pekan Biasa XXXIII
¤ Why. 10:8-11
¤ Mzm. 119:14,24,72,103,111,131
¤ Luk. 19:45-48

"Sanctum"
~ _Kesucian_ ~
   Pada hari-hari terakhir tahun Liturgi ini kita diingatkan pentingnya memperhatikan _keselamatan jiwa_ manusia sebagai barometer keberhasilan usaha dan karya pelayanan.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, mengkisahkan Yesus _mengusir_ orang fasik dan tamak dari Bait Allah.
   Adapun tindakan Yesus ini mengingatkan kita bahwa 'Bait Allah' adalah
1. *Rumah Doa*
   Bait Allah adalah rumah doa sehingga tempat itu harus terbebas dari sarang penyamun
   Di sinilah Yesus mengajak kita agar Bait Allah sungguh-sungguh dimanfaatkan sebagai rumah doa atau sebagai tempat ibadat dan bakti kepada Allah
   Kemarahan Yesus kepada kaum Farisi dan ahli Taurat serta imam-imam kepala, karena mereka tidak bisa memberikan _keteladanan_ yang baik kepada banyak orang dengan memanfaatkan Bait Allah bukan lagi sebagai rumah doa
2. *Tubuh Kita*
   Jika tubuh kita diisi dengan unsur-unsur penyamun, maka sudah pasti rumah doa itu berubah menjadi rumah penyamun. Yang seharusnya menjadi tempat pengudusan namun justru rumah doa itu menjadi tempat penyamunan.
   Di sinilah kita diajak mengerti kalau apa yang keluar dari dalam diri kita bukan yang menyucikan, namun justru unsur dosa.
   Saudaraku, seperti kita imani, pada dasarnya tubuh kita adalah tempat Allah hadir. Kita adalah Bait Allah yang hidup. Mau menjadi seperti apa "Bait Allah" kita, sepenuhnya tergantung dari apa yang masuk dalam diri kita. Jika kebiasaan baik yang masuk dalam tubuh, kiranya yang pada akhirnya keluar dari tubuh kita adalah kebaikan juga. Namun jika yang masuk dalam tubuh kita adalah hal-hal yang jahat, hasilnya tentu saja adalah kejahatan.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Kamis, 22 November 2018
Pekan Biasa XXXIII
PW St.Sesilia, Perawan-Martir
¤ Why. 5:1-10
¤ Mzm.149:1-2,3-4,5-6a,9b
¤ Luk. 19:41-44

"Oratio Viventem"
~Hidup Doa~
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, mengingatkan kita semua pentingnya memberi waktu dan tenaga untuk hidup doa, rohani atau spiritual guna menyadari dan menghayati kehadiran dan karya Tuhan di dalam hidup sehari-hari. 
   Adapun cara kita membina 'hidup doa' antara lain:
1. *Pemeriksaan Batin*
   Pemeriksaan batin adalah bagian dari doa harian, yaitu doa malam menjelang istirahat/tidur malam. Pemeriksaan batin bukan hanya untuk melihat dan mengakui dosa-dosa, tetapi lebih-lebih untuk melihat, merasakan, mengenangkan dan menghayati kehadiran dan karya Tuhan atau penyelenggaraan Tuhan dalam diri kita serta tanggapan kita, yang dalam bahasa lain disebut "spiritual discernment", yang berarti pembedaan roh. 
   Di sinilah kita diharapkan dapat melihat karya roh baik dan roh jahat, yang mungkin kita rasakan dalam kecenderungan-kecenderungan. Sesungguhnya, masing-masing dari kita dapat memeriksa batin masing-masing, apakah lebih banyak yang baik atau yang buruk, maka kita akan dapat melihat, merasakan dan menikmati penyelenggaraan Tuhan dalam diri kita, Tuhan yang melawati kita.
2. Perwujudan Kehendak-Nya
   Perwujudan  kehendak Tuhan akan semakin membuat diri kita setia dan taat kepada kehendak-Nya. Kita menjadi semakin 'peka' terhadap desakan atau ajakan untuk berbuat jahat atau berdosa, atau berbuat baik sesuai dengan kehendak-Nya. 
   Di sinilah kita diajak untuk melatih dan membiasakan diri terus menerus 'taat pada perintah Tuhan' , yang bagi kita semua berarti taat pada aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas perutusan kita. Jika kita terbiasa taat dan setia pada aturan dan tatanan yang kelihatan, sebagaimana terpampang di tempat-tempat umum, jalanan, kantor, dst.., kiranya dengan mudah kita taat dan setia pada kehendak Tuhan atau bisikan-bisikan Roh Kudus, yang lemah-lembut menggema di hati. 
   Saudaraku, marilah kita dengan sengaja menyediakan waktu untuk menghidupi 'hidup doa' kita setiap hari agar semakin 'peka' terhadap kehendak-Nya.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga yang setia menghidupi 'hidup doa' setiap hari dengan taat dan setia. Amin.

Rabu, 21 November 2018
Pekan Biasa XXXIII*
PW SP Maria Dipersembahkan kepada Allah
¤ Why. 4:1-11
¤ Mzm 150:1-2,3-4,5-6
¤ Luk.19:11-28

*"Fidelis et Creative"*
~ Setia dan Kreatif~
   Inilah semangat iman pantang menyerah dengan mengandalkan Dia, dan mohon pimpinan-Nya. 
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Yesus mengajar dan menasehati kita dengan menggunakan perumpamaan tentang uang mina untuk menjelaskan bahwa setiap orang telah dianugerahi karunia Tuhan; yakni bakat, ketrampilan, kemampuan, kecerdasan yang berbeda-beda kadarnya. Dengan murah hati, Ia mempercayakan semua karunia kepada kita dengan tujuan melipat-gandakannya dalam melakukan tugas perutusan dan pelayanan agar menghasilkan tuaian jiwa-jiwa orang dan membawa mereka kepada Yesus supaya mengalami KasihNya.
   Adapun _empat pelajaran_ yang bisa kita maknai dari perumpamaan ini, antara lain:
1. *Kepercayaan*
   Kepercayaan kita kepada Yesus mempunyai motivasi yang berbeda sehingga sebagian dari kita ada yang tidak mau atau masih ragu mempercayakan hidup seutuhnya dibawah kendali Yesus meski di mulut mengatakan percaya kepada Yesus tapi hatinya masih ragu. Keraguan inilah yang menjadi masalah utama, mengapa menjadi tidak menghasilkan buah.
   Di sinilah kita belajar menyadari  betapa pentingnya motivasi yang benar sebagai pengikut-Nya.
2. *Ketaatan*
   Dasar dari ketaatan adalah kepercayaan sebab tanpa kepercayaan tidak mungkin orang mau 'taat' melakukan sesuatu dengan sepenuh hati. Kesepuluh hamba itu sama-sama menerima satu mina namun ada hamba yang tidak mau mentaati perintah tuannya karena ia tidak mempercayai niat baik tuannya. 
   Kita sudah tahu bahwa Tuhan mengutus kita mewartakan kabar sukacita tentang Kasih Tuhan kepada setiap orang agar mengalami hidup baru bersama Tuhan namun tidak banyak orang mentaatiNya dengan berbagai alasan dan argumentasi yang membenarkan diri untuk tidak mau melakukan tugas perutusan tersebut.
   Di sinilah kita diajak untuk menyadari pentingnya ketaatan itu sebab mengungkapkan seberapa dalam kita mengenal dan mengasihi Tuhan.
3. *Kesetiaan*
   Kesetiaan kita mengembangkan secara maksimal dan dengan segenap hati segala karunia yang ada dalam diri kita, pasti hasilnya akan terlihat maksimal. 
   Di sinilah kita diajak menyadari pentingnya nilai kesetiaan. Kesetiaan dalam tugas perutusan dan pelayanan sebab hal itu  tidak mudah dikerjakan karena kita berhadapan dan bergumul melawan kepentingan diri sendiri yang cenderung tidak mau memikul beban tugas tersebut karena kita mau hidup senang dan tidak mau menanggung resiko dari tugas perutusan dan pelayanan itu.
4. *Kreatif*
   Kreatif berpikir untuk mencari dan mendapatkan 'solusi' yang tepat dengan penuh tanggungjawab.
   Di sinilah kita diajak untuk bertekun dalam menghadapi segala masalah nyata kehidupan sehari-hari. 
   Saudaraku, sadarilah bahwa hidup kita dibatasi waktu; kelak di hadapan Tuhan kita harus mempertanggung-jawabkan seluruh tindakan kita. Mari kita manfaatkan dan kembangkan karunia yang dipercayakanNya, untuk berkarya dengan sebaik-baiknya demi kemuliaanNya dan bagi pengembangan kerajaanNya di muka bumi ini.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga. Amin.

Selasa, 20 November 2018
Lukas 19:1-10

*"Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (Luk. 19:5)*✝

Terkadang kita tidak berani mendekati orang yang disingkirkan banyak orang hanya karena takut dinilai negatif. Sama seperti Yesus, marilah kita melihat bahwa surga selalu terbuka untuk mereka. Mari mengangkat mereka dari kegelapan agar mereka pun melihat terang. Demikian halnya jika kita terlanjur dicap negatif akibat kesalahan yang dilakukan, janganlah menutup mata hati kita. Rasakanlah dan akuilah bahwa berkali-kali kita pun rindu untuk bertobat. Demikianlah yang dialami Yesus ketika ia menumpang di rumah Zakheus, kepala pemungut cukai, yang dianggap orang berdosa oleh semua orang di situ. Yesus untuk menyelamatkan Zakheus.?

Ya Tuhan Yesus, semoga ada saudaraku yang bertobat dan datang kembali pada-Mu. Amin.?

Sabtu, 17 November 2018
Lukas 18:1-8 

"... harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Luk. 18:1)✝

Apakah kita tak jemu-jemunya bertelut di hadapan Allah untuk memohon pencerahan dan kebijaksanaan dari Allah? Kepercayaan kepada Allah adalah kekuatan kita, dan doa adalah sarana kita. Yesus mengajar kita untuk tak henti-hentinya berdoa dengan penuh kepercayaan, demi kesejahteraan dan kebahagiaan kita. Karena, ketekunan kita dalam doa yang terus-menerus, akan menghasilkan hal yang kita inginkan dan yang berkenan di mata Tuhan.?

Ya Tuhan, ajarilah aku untuk tekun berdoa. Amin.?

Jumat, 16 November 2018
Pekan Biasa XXXII
¤ 2Yoh. 4-9
¤ Mzm.119:1,2,10,11,17,18
¤ Luk.17:26-37
"Voluerit animam suam salvam facere perdet eam"
Yang ingin memelihara nyawanya akan kehilangan nyawanya 
  
 Inilah sikap ketidakpercayaan pada kuasa Tuhan karena ia lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, Yesus mengingatkan dua peristiwa, yakni peristiwa Nuh  dan peristiwa kota Sodom dan Gomora.
   Adapun dari kedua peristiwa itu, Yesus menekankan pentingnya:
1. *Kepercayaan*
   Kepercayaan kepada Allah. Nuh mendapat pesan dari Allah. Dengan hati tulus, ia melakukan pesan itu, meskipun rasanya 'aneh', (sebab ia disuruh Allah untuk membuat bahtera besar di daratan). Bisa kita duga aneka macam komentar atau cemooh yang sampai ke telinganya: "Pekerjaan yang sia-sia: membuat bahtera di daratan luas, apa gunanya?" Atau: "Jangan-jangan Nuh ini sudah mulai tidak beres pikirannya!"  Namun, karena Nuh percaya pada Allah, apa pun kata orang, tetap kata Allah yang dilakukannya dengan setia. Ia tak mau memelihara apa pun, kecuali Allah dengan pesanNya / kehendakNya. Dan buahnya ialah dia menyelamatkan nyawanya. Sedangkan orang-orang yang tidak percaya pada Allah akhirnya kehilangan nyawanya dalam bencana air bah itu.
   Di sinilah kita diajak untuk hanya percaya pada sabda dan kehendak-Nya. Kepercayaan ini akan berbuah karunia sukacita dan kebahagiaan dalam kerajaan-Nya yakni keselamatan
2. *Kerelaan*
   Kerelaan untuk mengandalkan kehendak Allah. Dalam peristiwa kota Sodom dan Gomora: mereka tidak mau / tidak rela mendengarkan Allah, mereka bersikeras dalam kejahatannya dan tidak mau bertobat, mereka mau memelihara nyawanya dengan makan dan minum, membeli dan menjual, menanam dan membangun tanpa peduli dengan Allah, sehingga mereka dibinasakan dengan api dan belerang... "Yang ingin memelihara nyawanya akan kehilangan nyawanya, sedangkan yang menyerahkan nyawanya ke dalam tangan Allah, akan menyelamatkan nyawanya."
   Di sinilah kita diajak untuk menyadari bahwa barangsiapa yang mengutamakan hidup duniawi, ia akan kehilangan hidup surgawi, namun barangsiapa kehilangan hidup duniawi demi Tuhan Yesus dan Injil, ia akan memperoleh hidup surgawi. Dan kita mestinya rela kehilangan hidup duniawi demi hidup surgawi dengan berpegang teguh pada iman akan Tuhan.
   Saudaraku, sebagai orang beriman, kita harus terus berusaha sebaik mungkin memelihara hidup ini karena percaya bahwa hidup kita ada di dalam tangan Tuhan dan rela mendengarkan kehendakNya. 
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga yang percaya dan rela mendengarkanNya. Amin.

Kamis, 15 November 2018

 Lukas  17:20-25

*"Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah." (Luk. 17:20)*✝

Kedatangan Yesus yang kedua untuk menghakimi kita adalah pasti, tetapi saatnya kita tidak tahu. Oleh karena itu, sebagai pengikut Kristus sudah seharusnya kita selalu waspada dengan berbuat kebaikan sehingga kapanpun Ia datang, Ia akan menemukan kita siap menyambut-Nya.?

Ya Tuhan Yesus, semoga aku memiliki hati yang siap sedia menghadapi semua keadaan. Amin.?

Kamis, 15 November 2018. 
Hari Biasa (H). Flm. 7-20; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; Luk. 17:20-25* 

1.    *Kerajaan Allah akan datang.* Sampai awal abad ke-1 M, bangsa Yahudi menantikan kedatangan Mesias. Mereka menanti-nantikan tanda kedatangan Sang Pembebas. Inilah hari saat Allah secara definitif mengalahkan semua musuh Israel dan menegakkan kemuliaanNya. Hari ini juga dimaknai sebagai hari pengadilan bagi Israel dan segala bangsa (Am 5:18-20). Pada hari ini, semua musuh Allah, baik kaum Israel maupun bangsa lain, akan dihukum; dan yang terluput hanya orang yang bertobat, demikian nubuat Nabi Yoel (bdk. Yl 2: 1-17).

      Orang Farisi, yang mencobai Yesus, sangat terkejut dengan jawabanNya bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang di antara mereka. Tidak ada tanda-tanda lahiriah yang mengiringi kedatangan Kerajaan Sorga. Karena Kerajaan Sorga selalu terkait dengan Allah, tanda-tanda kehadiranNya  selalu menuntut iman. Dan Kerajaan itu sudah ada sekarang. Tanda kedatangan kerajaan itu adalah orang kusta menjadi tahir, setelah mereka bertemu dengan Yesus di perbatasan Yehuda-Samaria (Luk 17:11-19; bdk. Luk 7:22; Yes 35:5-6; 61:1). Sama seperti sembilan orang yang ditahirkan, orang Farisi gagal menangkap tanda kehadiran-Nya. Peristiwa itu dianggap melulu peristiwa biasa. Pada orang yang tidak percaya itu, Ia bersabda (Luk 17:21), ”Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” , ecce enim regnum Dei intra vos est.

      *Kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain.* Di negeri beriklim kering, seperti Palestina, badai sangat jarang muncul. Kilat jarang muncul. Kemunculannya menyentak, karena membelah kegelapan. Kekuatannya menakutkan mereka yang mencoba menghindar darinya. 

      Yesus mengingatkan orang Farisi bahwa Anak Manusia, gelar Mesias dalam kitab Nabi Daniel (Dan 7:13-15), akan datang seperti kilat. Ia datang dalam awan gulung-gemulung tanpa diduga, tiba-tiba pada Hari Kiamat. Ia tidak memerlukan tanda khusus yang perlu diumumkan. Maka hari itu tidak perlu dicari atau ditentukan. Selanjutnya, Yesus mengingatkan juga bahwa Ia ternyata mereka tolak. Penolakan itu berujung pada penyiksaan dan penyaliban. Namun, ternyata cara yang mereka tempuh itu, digunakan Allah untuk menggenapi janji keselamatan melalui wafat dan kebangkitanNya pada hari ketiga. 

      Gereja Katolik mengimani bahwa Yesus akan datang mengadili orang yang hidup dan yang mati. Pengadilan ini sudah dimulai dari sekarang dan di sini. Orang kusta dari Samaria diselamatkan, karena ia mampu melihat kehadiranNya (Luk 17:19).  Lalu dalam diri siapa Ia hadir? “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). 

2.    *Katekese* : Jangan mengejar kemuliaan duniawi,  Santo Yohanes Cassianus, Bapa Gereja, 360-435: 

“Jika setan telah diusir dan dosa tak lagi berkuasa, maka Kerajaan Allah telah hadir di antara kita. Seperti tertulis dalam Injil, ”Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah,  juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Luk  17:20-21). Satu-satunya hal yang dapat ada ‘dalam diri kita’ adalah pengetahuan atau kebodohan akan kebenaran dan rasa suka akan kebenaran atau dosa; dan dalam hati kita menyiapkan diri untuk menjadi Kerajaan Kristus atau setan. Santo Paulus melukiskan sifat kerajaan ini, ”Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm 14:17). Jika Kerajaan Allah ada di antara kita dan juga kebenaran, damai sejahtera dan suka cita, setiap orang yang mengalaminya, pastilah, tinggal dalam Kerajaan Allah. Seseorang yang tinggal dalam kepalsuan, konflik dan kejahatan yang membunuh roh telah menjadi warga kerajaan setan, neraka dan maut. Inilah tanda apakah orang tinggal dalam Kerajaan Allah atau kerajaan setan (dikutip dari CONFERENCE 1.13.5). 

2.    Pada kita ada tantangan : 

    a.    Mengapa aku tidak memilih kerajaan setan?
    b.    Apa yang perlu aku lakukan supaya aku peka akan kehadiran Kerajaan-Nya?
    c.    Tuhan, datanglah Kerajaa-Mu dan jadilah kehendak-Mu di bumi dan di sorga. Jadilah Tuan atas hatiku dan Penguasa hidupku sehingga aku selalu hidup dalam kasih dan kebenaran-Mu. Amin. 
      
    "ecce enim regnum Dei intra vos est"  Lucam 17:21

Rabu, 14 November 2018
Pekan Biasa XXXII
¤ Tit. 3:1-7
¤ Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6
¤ Luk.17:11-19

   Sejak masih kecil, kita sudah diajarkan orang tua untuk selalu mengucapkan _'terima kasih'_ atas apa yang telah kita terima dari orang lain. Ucapan _'terima kasih'_ dapat dilihat sebagai sebuah ungkapan perasaan atas kebaikan yang kita terima. Tapi tak dapat dipungkiri, kadang *rasa* terima kasih dianggap sepele, sehingga kita lakukan dengan 'terpaksa', tidak tulus.
   Mengacu pada bacaan Injil hari ini, kita diajak untuk belajar dan tahu bagaimana memiliki tiga rasa untuk mempertajam hati agar kita mampu sungguh bersyukur dan berterima kasih dengan 'tulus' seperti satu orang kusta yang telah disembuhkan Yesus ini. 
   Adapun *'tiga rasa'* yang bisa kita maknai, antara lain:
1. *Rasa Syukur*
   Setiap kali kita menghampiri Allah melalui pujian maupun doa baiklah kita memandang-Nya sebagai Bapa, dan bersandarlah pada-Nya atas dasar hubungan, relasi anak dan bapa itu, bukan hanya untuk meminta belas kasihan-Nya, melainkan juga untuk mengucap syukur atas belas kasihNya yang sudah kita terima.
   Di sinilah kita diajak untuk terus belajar rasa syukur' atas belaskasih-Nya yang sudah kita terima dan rasakan setiap hari.
2. *Rasa Hormat*
   Ketika datang kepada Allah sebagai Bapa, kita juga harus ingat bahwa Dia adalah Tuhan langit dan bumi. Inilah yang mendorong kita untuk menghampiri-Nya dengan rasa hormat. Bukan hanya dengan rasa hormat terhadap Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu, tetapi juga dengan keyakinan, bahwa Dia sebagai Allah yang mampu melakukan apapun yang kita perlukan atau inginkan. Sebab, Dialah Allah yang melindungi kita dari segala kejahatan dan memberi kita segala kebaikan. Oleh karena itu, dalam semua ucapan syukur kita atas banyak belas kasihNya yang mengalir, kita harus memberikan kemuliaan dan hormat kepada Allah atas mata air kecukupan yang telah disediakan-Nya bagi kita.
   Di sinilah kita diajak untuk senantiasa belajar 'rasa hormat' terhadap-Nya, kapanpun dan dimanapun kita berada.
3. *Rasa Terimakasih*
   Dengan sebulat dan setulus hati, ketika kita mengucapkan: "Terimakasih Bapa" akan lebih terasa manis dan melapangkan hati seperti halnya ketika kita berdoa: "kumohon, ya Bapa"
   Di sinilah kita diajak untuk belajar 'rasa terimakasih' dengan hati tulus sambil memuji dan memuliakan kerahiman-Nya.
   Saudaraku, marilah kita senantiasa belajar rasa syukur, rasa hormat dan rasa terimakasih atas apapun yang ada dalam hidup kita.
   Salam Kasih dan Damai Sejahtera Kristus bersama Bunda Maria senantiasa menyertai kita sekeluarga yang setiap hari dengan setulus hati _bersyukur_ dan _berterima-kasih_ atas belas-kasihNya. Amin.

Selasa, 13 November 2018

Lukas 17:7-10

"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk. 17:10)✝

Kita diajak untuk sudah bersyukur karena boleh melakukan yang memang menjadi tugas kita.

Setelah melakukan semua tugas, hendaknya kita tidak menyombongkan diri, tetapi tetap rendah hati sebagai seorang hamba Tuhan. Yang membuat kita gembira adalah bahwa kita telah boleh bekerja bagi ladang Tuhan. Bekerja dengan kasih dan tulus bagi Tuhan dan sesama. Segala sesuatu yang kita berikan kepada orang lain adalah pemberian dari Allah yang Tuhan berikan bagi kita  sendiri dan untuk dibagikan.?

Ya Tuhan Yesus, berikanlah aku hati seorang hamba bagi pelayanan terhadap sesama. Amin.?

Senin, 12 November 2018

Lukas 17:1-6

"Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." (Luk. 17:3-4)✝

Sabda Yesus ini sangat jelas. Pertama, Yesus memberikan sebuah perintah untuk segera menegur orang yang berbuat dosa sebagai ungkapan cinta terhadapnya. Menegur merupakan tindakan yang bijaksana untuk membantu seseorang agar tidak terjerumus lebih jauh terhadap dosa yang sama. Kedua, Yesus meminta untuk mengampuni saudara yang berbuat salah. Tindakan mengampuni adalah tindakan yang luhur, tatkala kita mampu bersikap rendah hati menerima kelemahan orang lain dan menuntunnya kembali ke jalan yang benar. 

Marilah, kita nyatakan apa yang Yesus ajarkan pada hari ini, agar kita dapat menjadi teladan dalam hal memberikan teguran dan mengampuni bila saudara kita berbuat salah dan dosa.?

Ya Tuhan Yesus, ampunilah dosa kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah terhadap kami. Amin.?

Minggu,  11 November 2018. 
Hari Minggu Biasa XXXII (H). 1Raj. 17:10-16; Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10; Ibr. 9:24-28; Mrk. 12:38-44 (Mrk. 12:41-44)

1.    *Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup*. Elia bermakna _Yahwe adalah Allahku_. Ia adalah Pencipta dan Penguasa alam semesta, yang mampu membuat tanah menjadi kering jika umat meninggalkan-Nya (bdk. Im 26:18-19; Ul 11:16-17; Ul 28:23-24; Ul 33:28). Nama itu juga menandakan perlawanan terhadap Baal, dewa kesuburan, yang dipuja dan disembah Israel di bawah Raja Ahab dan permaisuri Izebel. Mereka mempercayai bahwa Baal mendatangkan hujan dan kesuburan. Beberapa temuan  patung Baal membuktikan sang dewa sedang memegang  petir. 

    Elia dengan gigih menentang Baalisme.  Para pemuja Baal percaya bahwa dewa yang memegang petir itu menciptakan hujan, jika tidak dipuja dan disembah, kekeringan melanda, dan ia harus dibangkitkan dari kematiannya. Bagi Elia Yahwe menentukan kapan hujan turun, maka Ia adalah Allah yang hidup. Yahwe tidak gentar menentang dewa kesuburan. 
 
    Allah meminta Elia melaksanakan tugas pelayanan yang tidak biasa untuk mempersiapkan diri melawan ratusan musuh Allah seorang diri (1 Raj 18:16-40).  Ia mengutus Elia pergi ke Sarfat yang terletak di antara Tirus dan Sidon di Fenisia, jantung pemujaan Baal yang dibawa Raja Ahab ke Israel (bdk. 1 Raj 16:31). Elia pergi ke Sarfat pada musim kering, saat bencana kelaparan mulai melanda. 

    Pada masa itu, di Timur Dekat, abad 9 sebelum Masehi, para janda, umumnya, hidup dalam kemiskinan. Mereka dan keluarga menjadi sangat rentan terhadap kelaparan  dan selalu menjadi korban pertama kekurangan pangan saat kekeringan melanda. Pada seorang janda di Sarfat, Elia meminta seteguk air dan sepotong roti (1 Raj 17:1—11), _”Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum”_ [...] _”Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti”_. Elia rupanya mengikuti jejak utusan Abraham, yang pergi ke negeri leluhurnya untuk meminang anak yang akan menjadi istri Ishak, untuk mengamati apakah Allah membuat perjalanannya ke Sarfat berhasil atau tidak (bdk. Kej 24:10-21). 

    Perempuan Sarfat itu ternyata percaya kepada Allah, Yahwe, seperti yang diimani dan dibela Elia. Ia tidak mengimani Baal. Inilah ungkapan imannya (1 Raj 17:13), _”Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup”_, _Vivit Dominus Deus tuus_ (bdk 1 Raj 17:1; Luk 4:26). Pada perempuan itu Elia meminta untuk melakukan apa yang diperintahkannya. Ia meminta perempuan asing itu untuk menyediakan air dan sepotong roti. Sepertinya, permintaan Elia tidak masuk akal, karena apa yang dimintanya menjadi makanan terakhir hari itu bagi anaknya laki-laki dan dirinya sendiri. Kata perempuan yang harus menanggung anak laki-laki seorang diri, “Sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati”_ (1 Sam 17:12). 

    Atas penolakan itu, Elia meminta untuk tetap melakukan permintaannya, karena Allah akan menyediakan berkat yang cukup baginya dan anaknya. Mengulang sabda Allah, sang nabi berkata (1 Raj 17:13-14), _”Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi”_ (bdk. (Mat 6:33; Mrk 12:41-44). Elia menekankan, _Jangan takut_, _Noli timere!_. Ungkapan yang sama sering digunakan Yesus untuk membangkitkan iman para murid pada Allah, saat mereka mulai kehilangan kepercayaan pada-Nya dan kepada dirinya sendiri (misal : Mat 14:27; Mat 17:7; Mrk 5:36, dsb). 

    Perempuan itu kemudian mengikuti apa yang diminta nabi Allah dengan patuh. Ia melaksanakan pertintah Allah yang keluar dari mulut Elia, tanpa penundaan. Iman dan tindakannya membuktikan kepatuhannya pada Yahwe, bukan pada Baal, dewa dari Kanaan. Di samping itu, hanya Allah yang memiliki kuasa menggandakan makanan atau roti dan kesuburan (1 Raj 17:4). Dan Allah menghormati iman janda itu; Ia menyelenggarakan kebutuhannya akan makanan, _”Perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia”_ (1 Raj 15-16). 

2.     *Hati-hatilah.*   Injil hari ini menyajikan akhir dari pengajaran panjang untuk para murid. Di mulai sejak penyembuhan orang buta (Mrk 8:22-26) hingga penyembuhan si buta, Bartimeus di Yeriko (Mrk 10:46-52), sepanjang jalan ke Yerusalem para murid mendapatkan pengajaran tentang singsara, wafat dan kebangkitan sebagai konsekuensi menjadi muridNya. Ketika mereka sampai di Yerusalem, mereka menyaksikan adu pendapat antara Yesus dengan pedagang di Bait Allah (Mrk 11: 15-19), dengan imam-mam kepala, ahli Taurat dan tua-tua (Mrk 11: 27a – 12: 12), dengan kaum Farisi, Herodian dan Saduki (Mrk 12: 13-27), dengan ahli Taurat (Mrk 12: 28-37). Sekarang, setelah Yesus mengecam ahli Taurat (Mrk 12: 38-40), Yesus mengajar para murid. Ia duduk menghadap peti persembahan dan tertarik pada sikap janda miskin yang memberi  derma. Sikap batinnya dalam memberi derma menjadi teladan dalam mewujud nyatakan kehendak Allah (Mrk 12: 41-44).

      Yesus meminta para muridNya untuk menghindari perilaku sombong dan munafik, seperti dilakukan ahli-ahli Taurat. Mereka menggunakan agama sebagai kedok untuk meninggikan diri sendiri. Mereka suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan; menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Pada mereka yang menyalah gunakan agama demi kehormatan diri sendiri, Yesus bersabda, “Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat” (Mrk 12:40). 

      *Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak.* Yesus dan para murid memperhatikan peti persembahan di Bait Allah dan orang-orang yang memberi derma. Tiap orang memasukkan derma mereka untuk kelangsungan peribadatan, menyokong hidup para imam dan pengurus Bait Allah dan pemeliharaan gedung. Sebagian kecil hasil derma itu digunakan untuk membantu kaum miskin, karena saat itu belum tersedia sistem jaminan sosial. Orang miskin sangat tergantung dari kegiatan amal kasih itu. Di antara mereka yang membutuhkan, para janda dan anak yatim piatu adalah golongan yang paling membutuhkan. Mereka sungguh melarat, tidak punya apa-apa, dan tergantung pada kebaikan hati orang lain. Namun, janda ini, walaupun hampir-hampir tidak punya apa-apa, ia berusaha untuk berderma. Ia memasukkan seluruh uang yang dimiliki untuk hidup hari itu ke peti persembahan.  

      Bagi para murid, uang berjumlah banyak, miliayaran rupiah/dollar/euro, jauh lebih berharga dari pada pemberian janda itu yang hanya berjumlah beberapa sen. Mereka mengira uang menjadi satu-satunya kunci penyelesaian masalah. Mereka lupa dengan apa yang mereka pada Yesus saat Ia menggandakan roti, _“Kamu harus memberi mereka makan!" Kata mereka kepada-Nya, “Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?”_ (Mk 6:37).  Jumlah yang banyak itu tidak mencukupi untuk memberi makan lima ribu orang laki-laki saja, belum termasuk perempuan dan anak-anak. Yesus memiliki tolok ukur lain. Ia meminta para murid memberi perhatian pada kehendak Allah : dalam diri kaum miskin dan dalam berderma. 

    Sikap iman perempuan di Bait Allah dengan perempuan di Sarfat sama : percaya kepada Allah dan memberikan seluruh hidupnya. Tuhan mengungkapkan (Mrk 12:44), _”Janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya”_, _haec vero de penuria sua omnia, quae habuit, misit, totum victum suum_. 

3.     *Katekese*,  _Belas kasih selalu bernilai tinggi di hadapan Allah_, Santo Leo Agung,  400-461 :   

      “Walau beberapa orang mengecam karena hanya menghasilkan karya yang sia-sia, karya amal kasih tidak pernah tidak berhasil; kebaikan hati tidak akan kehilangan maknanya saat diberikan kepada yang tak tahu terima kasih. Saudara-saudari yang terkasih, semoga tidak ada seorang pun yang menjadikan diri sendiri asing terhadap karya amal kasih.  Semoga tidak ada orang yang menyatakan dirinya sendiri miskin dan tidak dapat membantu sesamanya. Apa yang dipersembahkan dari mereka yang kecil selalu agung, sebab timbangan Allah yang maha adil adalah jumlah pemberian tidak pernah diperhitungkan, tetapi kerelaan jiwa. ‘Ibu janda’ dalam Injil membersembahkan dua keping dalam kotak derma, dan pemberiannya mengatasi seluruh pemberian seluruh orang kaya. Tiada belas kasih yang tidak berharga di hadapan Allah. Tiada belarasa yang sia-sia. Ia telah menganugerahkan pelbagai macam sumber daya untuk manusia, tetapi Ia tidak menuntut balik” (dikutip dari _SERMON_ 20.3.1.6). 

4.      Pada kita ada tantangan : “

    a.    Mengapa aku memberi dengan murah hati kepada saudara-saudariku yang memerlukan?
    b.    Apa yang harus aku lakukan untuk saudaraKu yang paling hina?” 
    c.    Tuhan, semua yang ada padaku adalah milik-Mu. Ambillah hidupku dan segala milikku, waktuku. Gunakanlah aku untuk menjadi alat-Mu dan ajarlah aku untuk menjadikan  seluruh anugerah-Mu sarana untuk meluhurkan nama-Mu. Amin. 

      "Haec vero de penuria sua omnia, quae habuit, misit, totum victum suum" -Markum 12: 44 

Sabtu, 10 November 2018. 
Pw S. Leo Agung, PausPujG (P). Flp. 4:10-19; Mzm. 112:1-2,5-6,8a,9; Luk. 16:9-15; atau dr Ruybs*

1.    *Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur.* Kata Yunani μαμωνα, atau Latin _mamona_ dalam Luk 16:9 dan Luk 16:13 bermakna kekayaan atau uang. Kata Yunani-Latin itu berasal dari kata Aram _manon_, yang berarti kekayaan duniawi atau uang; dan digunakan Yesus dalam pengajaran tentang harta duniawi dan penyalahgunaan harta, seperti disingkapkan dalam Mat 6:19-21. 24; Luk 16:6. 11.13.    Uang atau mamon sering disebut _‘tidak jujur’_ karena diperoleh dengan cara tidak halal, bahkan ketika sampai di tangan orang yang jujur. Maka, uang seharusnya digunakan untuk meraih harta yang tidak bisa dirusak ngengat atau karat atau dicuri.  

      Tujuan akhir hidup pengikut Yesus adalah Allah, “kamu diterima dalam kemah abadi” (Luk 16:9). Salah satu cara yang dapat digunakan adalah bersahabat dengan Mamon, jabatan dan uang. Kedua hal itu tidak pernah bisa dilepaskan dari hidup manusia sepanjang sejarah. Jabatan dan uang selalu bersifat netral. Tetapi di hati manusia, keduanya bisa mengantarnya pada kemah abadi atau pada kegelapan yang tak berkesudahan. Bendahara cerdik yang menggunakan jabatannya untuk berlaku murah hati pada yang berhutang pada tuannya, agar  _“ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka”_ (Luk 16:4).

      Orang Kristen ditantang untuk bersikap bijaksana dan cerdik dalam mengendalikan jabatan dan uang.  Ia harus mampu mengelola jabatan dan uangnya agar tidak penah menjadi tuhan dan tujuan hidupnya. Apabila ia tidak tamak, ia pasti mampu menerima dan merangkul semua orang. Maka, uang dan jabatan dapat digunakan secara bijaksana untuk menjadi sarana agar diterima di kemah abadi (Luk 16: 9).

    *Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan*. Yesus menyimpulkan perumpamaanNya dengan ajaran tentang apa atau siapa yang mengatur hidup seseorang. Siapa yang menjadi _tuan_ atas hidup seseorang. Siapa _tuan_ atau _penguasa_ atas hidupmu? _Tuan_ kita adalah dia yang mengatur atau mengendalikan hidup kita. Sang tuan adalah siapa atau apa saja yang membentuk cita-cita, mengarahkan apa yang ideal, dan mengendalikan keinginan di hari dan nilai yang kita hayati. Kita bisa diatur dan dikendalikan oleh banyak hal berbeda – kerakusan akan uang atau harta milik,  kuasa jabatan, harta milik dan prestise, gelegak keinginan tak teratur dan apa yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan. Maka, pilihan harus diambil : Allah atau mamon.  

       *Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil.*  Setiap murid Yesus harus setia padaNya, dapat dipercaya,  jujur dan tidak tamak.  Sebab kepada tiap-tiap muridNya Yesus mempercayakan harta yang paling berharga, yaitu Kerajaan Allah. Harta ini bukan milik manusia, tetapi dianugerahkan kepada manusia. Kelak harta yang paling berharga dapat dimiliki setelah tiap muridNya membuktikan bahwa ia layak dipercaya dan setia padaNya. Sabda-Nya (Luk 16:10), _”Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar”_, _Qui fidelis est in minimo, et in maiori fidelis est_. 

      Yesus juga mengingatkan bahwa harta yang berharga itu dapat diambil kembali ketika manusia berperilaku seperti orang Farisi. Di balik kesalehan hidup, mereka tamak. Di balik apa yang dikagumi manusia, ternyata dibenci Allah. Mereka menelan rumah janda-janda (Luk 20:24). Kitab Amsal menggambarkan, “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman” (Ams 16:5). Apa yang disembunyikan di dalam hati, diketahuiNya, karena Allah mengenal hati manusia (Luk 16: 15). 

2.      Pada kita ada tantangan : 

    a.    Siapa tuan yang menguasai hidupku : Allah atau mamon?
    b.    Apa yang perlu aku lakukan agar aku _diterima  di kemah abadi_?
    c.    Tuhan, nyalakanlah dalam hatiku api kasih-Mu agar aku tanpa henti mengabdi kepada-Mu dan menjadikan-Mu satu-satunya Penguasa hidupku. Bebaskan aku dari keserakahan dan kelekatan pada benda duniawi dan mampukan aku menggunakan apa yang aku miliki untuk memuliakan-Mu dan menjamin kesejahteraan sesamaku.   
         
        "quia quod hominibus altum est abominatio est ante Deum" - Lucam 16:15