Minggu 28 Oktober 2018.
Hari Minggu Biasa XXX (H). Yer. 31:7-9; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Ibr. 5:1-6; Mrk. 10:46-52*
1. Tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Yesus dan para murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem (Mk 10:32). Ia berjalan sedikit di depan mereka. Sepertinya Ia bergegas dan berjalan lebih cepat. Ia sadar bahwa para pemuka – imam kepala, ahli Kitab, kaum Farisi, kaum Saduki, kaum Herodian – bersekongkol dan mengancam diri-Nya, bahkan membunuh-Nya. Bahkan, persekongkolan antara kaum Farisi dan kaum Herodian untuk membunuh-Nya mulai dibentuk pada awal karya-Nya di Galilea (Mrk 3:6); dan terus berlanjut hingga di Yerusalem saat mereka menjerat-Nya tentang kewajiban membayar pajak kepada Allah dan kaisar Romawi (Mrk 12:13-17).
Yesus sadar bahwa kematian-Nya semakin dekat. Ia akan mati karena ketaatan-Nya mengikuti kehendak Bapa-Nya : mewartakan Kerajaan Allah. Sabda-Nya (Mrk 1:15), _”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”_, _Impletum est tempus, et appropinquavit regnum Dei; paenitemini et credite evangelio_. Pewartaan-Nya menarik hati banyak orang dan menggoncang pusat kekuasaan politik dan agama Yahudi di Yerusalem dan Galilea. Maka, kematian yang menanti-Nya bukanlah karena tulah (bdk. Ul 21:23). Nabi Yesaya telah menubuatkan kematian-Nya (Yes 50:4-6; 53:1-10). Tiga kali Yesus mengingatkan para murid-Nya tentang cara Dia akan mati di Yerusalem (Mk 8:31; 9:31; 10:33). Para murid diminta untuk mengikuti Sang Guru, bahkan menderita dan mati bersama-Nya (Mrk 8:34-35). Tetapi mereka menghardik-Nya dan mengikuti-Nya dengan tawar hati (Mk 9:32). Terlebih mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi pada Sang Guru.
Para rasul, saat itu, tidak pernah memahami kehadiran Yesus sebagai Mesias dalam terang nubuat Nabi Yesaya. Maka, mereka tidak hanya gagal paham, tetapi juga terus mempertahankan keinginan pribadi. Yakobus dan Yohanes meminta kedudukan penting di sisi kiri dan kanan-Nya saat Ia dimuliakan dalam Kerajaan Allah (Mrk 10:35-37). Mereka menghendaki kedudukan melampaui Petrus. Mereka tidak mau mengerti dan memahami rencana Yesus. Mereka hanya mementingkan minat dan keinginan pribadi masing-masing. Ketidakpahaman dan mementingkan diri masing-masing rupanya bukan hanya menjadi masalah dalam komunitas jemaat yang dibina Santo Markus, tetapi juga komunitas Gereja sekarang dan di sini. Dan Yesus menanggapi dengan sabda yang sangat pendek (Mrk 10:38), _”Kamu tidak tahu apa yang kamu minta”_.
Yesus kemudian bertanya kepada mereka apakah sanggup meminum piala yang akan Ia minum dan menerima pembaptisan yang akan Ia terima. Piala yang akan Ia minum adalah sengsara yang akan ditanggung-Nya; dan baptisan yang akan diterima-Nya adalah baptisan darah. Yesus menghendaki para murid-Nya seharusnya mengesampingkan pilihan untuk menempati tempat terhormat; dan memilih menyerahkan seluruh hidup mereka, termasuk nyawanya sendiri. Mereka menjawab (Mrk 10:39), _”Kami dapat”_. Jawaban ini pasti tidak keluar dari lubuk hati, karena beberapa hari kemudian mereka meninggalkan Yesus dan membiarkan-Nya sendirian dalam saat-saat penuh sengsara dan derita (Mrk 14:50). Hati mereka tertutup; mereka tidak sebenarnya tidak mengenal Yesus sama sekali.
Dalam pengajaran-Nya, Yesus menyingkapkan cara baru dalam menjalankan kuasa (bdk. Mrk 9:33-35). Pada saat itu, mereka yang memegang tampuk kekuasaan tidak pernah memperhatikan hidup rakyat. Mereka menjalankan kuasa sesuai dengan sekehendak sendiri, seperti dalam kisah pembunuhan atas Yohanes Pembaptis (Mrk 6:17-29). Kekaisaran Romawi memerintah dengan tangan besi dan selalu menerapkan kuasa tombak dan pedang, intrik dan kasak-kusuk, pajak, cukai dan bea; semua dilakukan agar seluruh sumber daya dan kekayaan terkumpul dalam genggaman segelintir orang di Roma. Penindasan dan penyalahgunaan kuasa menjadi hal biasa. Namun, Yesus menolak mengikuti arus utama cara pikir, cara merasa dan cara tindak yang umum dilakukan. Sabda-Nya (Mk 10:43), _”Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”_, _Non ita est autem in vobis, sed quicumque voluerit fieri maior inter vos, erit vester minister_. Ia meminta para murid untuk menghindari segala bentuk pengistimewaan dan persaingan. Ia membongkan tangan besi menjadi tangan yang membasuh kaki (Yoh 13:1-20). Dan, akhirnya, Ia menyerahkan hidup-Nya sendiri sebagai kesaksian atas apa yang disabdakan-Nya, _”Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”_.
*Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!* Penyembuhan orang buta tanpa nama(Mrk 8:22-26) dan Bartimeus (Mrk 10: 46-52) menandakan kontras antara yang buta dengan para rasul. Yang buta mampu melihat siapa Yesus sejatinya; tetapi yang melihat buta akan kehadiranNya. Di tepi jalan raya Yerikho, Bartimeus tahu siapa yang datang : Yesus. Ia memanggil Yesus dengan gelar “Anak Daud”. Gelar ini hanya disematkan pada-Nya di Injil Markus. Maka cukup sulit untuk memahami makna gelar itu. Namum, dalam Mrk 12:35-37, disingkapkan bahwa Yesus memiliki relasi sangat dekat dengan Daud dan jejak keturunan-Nya; namun sekaligus disingkapkan bahwa Ia jauh mengatasi keluhuran martabat raja atas anak Isai itu. Tetapi, secara khusus, bagi Bartimeus, gelar “Anak Daud” bermakna bahwa Yesus adalah orang yang diutus Allah dan menandakan martabat rajawi-Nya. Identitas ini berperan besar ketika Yerus masuk Yerusalem (Mrk 11:1-10); diadili oleh penguasa dunia (Mrk 15:1-15); dan wafat di salib sebagai seorang raja(Mrk 15:16-32). Maka Bartimeus, walaupun buta dengan makna negatif (Mrk 4:12; 8:18), mampu melihat identitas rajawi Yesus. Dan jauh lebih dalam, si buta ini mampu melihat hati Yesus yang berbelas kasih dan mau menyembuhkannya.
*Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau*. Dihalang-halangi orang banyak, Bartimeus tidak gentar. Ia tak bisa dihentikan, bahkan berteriak lebih keras. Mendengar suara panggilan itu, Yesus meminta bantuan agar si buta itu dihadapkan padaNya. Saat diminta datang pada Yesus, mereka berkata (Mrk 10:49), _”Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau”_ , _Animaequior esto. Surge, vocat te_. Kabar Suka Cita tentang Kerajaan Allah, Yesus, seperti _ragi_, yang bekerja dalam diam, dari dalam adonan kue, dan mengubah segala. Kabar itu juga seperti bara yang ditiup-Nya, sehingga api itu membesar dan membawa suka cita. Hal yang sama terjadi pada : iman akan Yesus Kristus. Ketika ketakukatan mencengkeram seseorang, iman pasti hilang dan harapan juga padam.
Yesus mengecam para murid, ketika mereka ketakutan dan kehilangan iman (Mrk 4:40). Yesus juga tidak bisa membuat mukjizat di Nazaret, karena mereka tidak percaya pada-Nya (Mrk 6:6). Mereka tidak percaya, karena Yesus tidak cocok dengan angan-angan mereka tentang Mesias (bdk. Mrk 6:2-3). Ketidak-percayaan mereka tepat itulah yang menghalangi para murid mengusir setan yang membisukan seorang anak kecil (Mrk 9:17). Maka, Yesus mengecam mereka (Mrk 9:19), _”Hai kamu angkatan yang tidak percaya!”_, _O generatio incredula!_ Maka, Ia mengingatkan mereka akan cara untuk menyalakan kembali iman mereka (Mrk 9:29), _”Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa”_, _Hoc genus in nullo potest exire nisi in oratione_.
Yesus mendorong tiap orang untuk percaya kepada-Nya. Dengan cara ini tercipta pula kepercayaan pada orang lain Mrk 5:34,36; 7:25-29; 9:23-29; 10:52; 12:34,41-44). Injil Markus menyingkapkan bahwa iman kepada Yesus dan sabda-Nya seperti daya yang mengubah hidup manusia. Iman memungkinkan orang memperoleh pengampunan dosa (Mrk 2:5), mengatasi penderitaan (Mrk 4:40), memiliki daya untuk menyembuhkan dan mentahirkan (Mrk 5:34). Iman juga mengalahkan kematian, seperti terjadi pada anak perempuan Jairus, yang menaruh kepercayaan pada diri-Nya dan sabda-Nya (Mrk 5:36).
*Imanmu telah menyelamatkan engkau!* Saat dipanggil Yesus, Bartimeus meninggalkan segala yang dia punya, baju luar yang melindunginya dari panas dan dinginnya malam (bdk. Kel 22:25-27). Satu-satunya harta milik dilepaskannya. Sabda Yesus pada si pengemis itu (Mrk 10:51), _”Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?”_ _Jawab orang buta itu_, _”Rabuni, supaya aku dapat melihat!_. Aneh, ketika berhadapan dengan Yesus, Bartimeus tidak menggucapkan gelar _Anak Daud_. Ia menjumpai Yesus apa adanya, tanpa topeng, telanjang, seperti pada waktu diciptakan (Kej 1:26; 2: 25; Ayb 1:21). Iman membuatnya tidak malu berhadapan dengan Yesus. Maka iman itu membuat si pengemis buta itu bersuka cita, karena Ia bersabda (Mk 10:52), _”Imanmu telah menyelamatkan engkau!”_, _Fides tua te salvum fecit!_ Iman itu membuat siapa pun bisa berkata, _”Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!”_, maka gunung itu akan tercampakkan ke laut, asal tidak ada keraguan di hatinya (Mrk 11:23-24). Sabda-Nya (Mrk 9:23), _”Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!”_, _Omnia possibilia credenti!_
*Habete fidem Dei!* Yesus bersabda, _Percayalah pada Allah_ (Mrk 11:22). Melalui sabda dan karya-Nya, Yesus membangkitkan daya yang tersembunyi dan tak disadari manusia. Iman inilah yang membangkitkan anak Yairus (Mrk 5:36); imam pula yang menyembuhkan perempuan tua yang bertahun-tahun menderita sakit pendarahan (Mrk 5:34); iman seorang ayah pula memulihkan kesehatan anaknya yang menderita penyakit ayan, epilepsi (Mrk 9:23-24); iman membuat Bartimeus melihat kembali (Mrk 10:52); dan kesaksian lainnya.
Iman pada Yesus memungkinkan setiap orang yang percaya menumbuh kembangkan hidup haru baru dalam diri pribadi itu dan orang-orang di sekelilingnya. Penyembuhan Bartimeus (Mrk 10:46-52) membuktikan salah satu aspek pendidikan iman Yesus kepada para murid. Bartimeus menyebut Yesus sebagai _Anak Daud_ (Mrk 10:47), gelar yang tidak disukai Yesus (Mrk 12:35-37). Namun, Bartimeus tetap saja memiliki iman pada-Nya dan disembuhkan, walau ia menyebut Yesus dengan gelar yang tidak tepat. Tidak demikian yang terjadi pada diri Petrus dan para rasul lainnya. Mereka tidak percaya pada-Nya, karena meyakini Mesias sesuai dengan apa yang mereka pikirkan, bukan yang dihayati Yesus. Bartimeus mengubah seluruh pemahamannya dan bertobat. Ia meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus sepanjang perjalanan ke Kalvari (Mrk 10:52).
Iman mengubah hidup. Setiap orang yang percaya padaNya harus mau kehilangan nyawanya (Mrk 8:35), menjadi ‘yang terakhir’ (Mrk 9:35), ‘meminum cawan dan memanggul salib’ (Mrk 10:38). Dan akhirnya, mengikuti Yesus di sepanjang jalan ke Kalvari (Mrk 10:52), supaya kelak diikutkan dalam kebangkitan-Nya.
2. *Katekese*. _Kita membutuhkan Yesus_. Santo Yohanes Chrysostomus, 344-407 :
“Bartimeus, pengemis yang malang itu, tidak mau mendengarkan larangan orang banyak. Ia berteriak lebih keras, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Tuhan kita, yang sejak awal telah mendengarkannya, membiarkannya berjuang dalam doa permohonannya. Ia akan melakukan hal yang sama pada kalian. Yesus mendengarkan seruan kita dari awal mula, dan Ia menunggu. Ia meminta kita untuk terus percaya bahwa kita membutuhkan-Nya. Ia meminta kita untuk terus memohon pada-Nya, bertekun mencari-Nya, seperti si buta itu menanti kedatangan-Nya di tepi jalan dari Yerikho. “Mari kita menelan Bartimeus. Bahkan jika Allah tidak segera mengabulkan apa yang kita minta, bahkan jika banyak orang mencoba menghentikan doa permohonan kita, teruslah kita berdoa” (dikutip dari Homily on St. Matthew, 66).
3. Pada kita ada tantangan :
a. Maukah kita menjadi alat untuk memanggil sesama agar dekat dengan Allah?
b. Apa yang perlu aku lakukan untuk percaya kepada Allah Tritunggal yang mahakudus?
c. Tuhan, bantulah aku untuk percaya pada-Mu.
Et Iesus ait illi, “Vade; fides tua te salvum fecit”. Et confestim vidit et sequebatur eum in via - (Marcum 10: 52)
Sabtu, 27 Oktober 2018
Lukas 13:1-9
"... jikalau kalian semua tidak bertobat, kalian pun akan binasa dengan cara demikian." (Luk. 13:3)✝
Seruan pertobatan ini sangat jelas, orang akan binasa kalau tidak mau bertobat. Perhatian Yesus bukan kepada dosa melainkan kepada pertobatan. Maka kalau mau selamat, tak ada cara lain selain bertobat. Kita pun diberi pengampunan untuk memperbaiki segala dosa dan kesalahan. Sikap menyadari diri sebagai orang berdosa adalah salah satu ciri orang beriman.?
Ya Tuhan Yesus, ampunilah aku yang terlalu sering berbuat dosa melawan kehendak-Mu. Amin.?
*25 Oktober 2018. Kamis.
Hari Biasa (H). BcE Ef. 3:14-21; Mzm. 33:1-2,4-5,11-12,18-19; Luk. 12:49-53*
1. *Aku datang untuk melemparkan api ke bumi.* Lambang api sering digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan relasi Allah dengan umat. Allah menampakkan diri dalam rupa api yang menyala-nyala, seperti ketika Ia menampakkan diri pada Musa di semak berduri yang tak terbakar oleh apiNya (Kel 3:2). Allah menjamin kehadiran, bimbingan dan perlindunganNya untuk umat Israel melalui tiang api di malam hari dan tiang awan di siang hari (Kel 13:21-22). Nabi Elia juga berdoa memohon api Tuhan untuk menyatakan kehadiran dan kuasaNya, serta menyucikan umat dari pengaruh dewa-dewi palsu (1 Raj 36-39). Api melambangkan kemuliaan Allah, seperti disingkapkan Nabi Yehezkiel (Yeh 1:4.13), kekudusanNya (Ul 4:24), perlindungan (2 Raj 6:17). Api melambangkan pengadilan yang memisahkan orang benar dan tidak benar (Za 13:9), dan kemarahan Allah terhadap dosa (Yes 66:15-16).
Api juga merupakan tanda dan simbol kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Yohanes Pembaptis bernubuat bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus (Mat 3:11-12; Luk 3:16-17). Ketika Roh Kudus dicurahkan pada para rasul pada Hari Pentakosta, Ia nampak sebagai ‘lidah-lidah api’ dan hinggap pada masing-masing rasul (Kis 2:3). Nyala api Tuhan, baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, selalu bermakna api yang memurnikan, menyucikan dan membersihan manusia dari dosa; api Tuhan juga menguduskan, karena mendorong untuk memuji dan memuliakanNya; serta terus menggemakan sikap batin untuk menghormati kehadiranNya dengan taat dan patuh melaksankan sabdaNya.
*Aku harus menerima baptisan.* Dalam tradisi Yahudi pembaptisan searti dengan pembersihan, penyucian. Yesus sudah dibaptis Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan (Luk 3:21). Dalam perikop ini, pembaptisan yang dimaksud Yesus pasti memiliki arti khusus, yaitu baptisan kematian (bdk. Mrk 10:38). Maka, kematian Yesus bermakna pembersihan manusia dari dosa dan hidup mereka disucikan lagi agar citra mereka sebagai anak Allah pulih (Kej 1:27; Luk 17:26-29; 2 Pts 2:5-6; 3:6-7).
Bagi Lukas, yang menulis Injil sekitar 50 tahun setelah kematian Yesus, dan jemaatnya, kematian Yesus di kayu salib dipahami sebagai awal mula pembaptisan. Melalui kematian dan kebangkitanNya, Yesus membuka era baru dalam sejarah manusia, yaitu pengampunan dan pemulihan martabat manusia. Yesus merindukan dimulainya proses penyucian hidup manusia dengan masing-masing bersedia memberi diri dibaptis atau mengambil sikap berpihak pada Yesus (bdk. Kis 2:38).
*Aku datang untuk membawa pertentangan.* Yesus selalu bersabda tentang damai ( Mat 5:9; Mrk 9: 50; Luk 1: 79; 10: 5; 19:38; 24:36; Jn 14: 27; 16:33; 20: 21.26). Tetapi kali ini Ia berbicara tentang pertentangan. Seolah berlawanan.
Damai yang ditawarkan Yesus bukan hasil kompromi antara Yesus dengan Pilatus, karena tidak ada perang; atau persepakatan Yesus dengan kaum Farisi, Saduki dan Mahkaman Agama, karena harmoni percampuran keyakinan/iman; atau permufakatan Yesus dengan Herodes Antipas, karena terjaminnya harmoni sosial. Damai yang dikehendaki Yesus adalah damai sejahtera dari Allah. Allah menjadi pusat hidup manusia. Dan karena manusia memilih Allah menjadi pusat hidupnya, ia dimusuhi oleh banyak pihak yang menghendaki bertahtanya iblis di hati manusia. Damai yang diwartakan Yesus justru ditolak oleh Pontius Pilatus, kaum Farisi, Saduki, tua-tua Yahudi, Mahkamah Agama Yahudi/Sanhedrin, Herodes Antipas dan siapa saja yang memiliki mentalitas dan corak hidup seperti mereka.
Ketika Yesus berberbicara tentang perpecahan dalam keluarga, Ia menggemakan nubuat Nabi Mika, _”Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”_ (Mi 7:6). Inti iman Katolik adalah kesetiaan total kepada Yesus Kristus – Anak Allah dan Juruselamat dunia. Relasi setia yang dibangun antara Ia dan para muridNya mengatasi segala bentuk relasi. Kasih yang meluap kepada Allah menjadi pilihan pertama dan utama. Segala bentuk relasi yang mengalahkan relasi dengan Allah berarti berarti pemberhalaan.
2. Pada kita ada tantangan :
a. Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu setia mendengarkan suara Roh Kudus dan melaksanakan sabda-Nya?
b. Tuhan, semoga nyala api kasih-Mu mengobarkan hatiku dan mengubah hidupku. Semoga aku hanya mengandalkan-Mu. Penuhilah aku dengan kuasa Roh-Mu, agar aku selalu mencari apa yang menyenangkan hati-Mu dan melaksanakan kehendak-Mu. Amin.
Ignem veni mittere in terram, et quid volo nisi ut accendatur? - Lucam 12: 49