[Download versi lengkap warta - PDF]
Bersukacitalah… hai kamu yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu.” Demikian Antifon Pembuka di Minggu Laetare ini. Hari ini kita sampai di pertengahan masa Prapaska, dan Gereja mengajak kita untuk bersukacita. Mengapa bersukacita? Mungkinkah bersukacita di tengah masa pantang dan puasa? Atau, apakah pengorbanan dapat dilakukan dengan sukacita?
Betapapun ini nampaknya tidak masuk akal, tetapi teladan Yesus menunjukkan kepada kita, bahwa kedua hal itu—pengorbanan dan sukacita—yang sepertinya bertentangan, dapat dilakukan bersama-sama. Yesus sendiri menanti-nantikan saatnya di mana Ia dapat menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (lih. Luk 12:50), sebagai tanda betapa besar kasih-Nya dan Ia mau melakukan pengorbanan-Nya dengan rela, agar kita dapat memperoleh hidup yang kekal. Lewat korban salib-Nya, Yesus mengajarkan kepada kita, tanpa kata-kata, bahwa pengorbanan yang dilakukan dengan sukacita akan mendatangkan kebahagiaan yang sejati, yaitu keselamatan kekal dalam Kerajaan Surga.
Dalam Gereja Katolik, Minggu Prapaskah IV disebut Minggu Laetare ( Minggu Sukacita). Antifon Pembukaan dalam Misa diambil dari Yesaya 66: 10: “Bersukaciatalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya.” Minggu Sukacita ini disimbolkan dengan diperbolehkan digantinya warna liturgi dari warna ungu menjadi warna merah jambu (pink). Bunga-bunga cerah yang biasanya dilarang selama masa Prapaskah boleh diletakkan di panti imam (altar).
Romo Harno SX dan Romo Gerris SX pakai kasula pink hari pertama dalam Misa Minggu Adven III (Minggu Gaudete) dan Penggalangan Dana GKP (Gedung Karya Pastoral) Paroki Bintaro di Gereja Santa Maria Regina, Bintaro Jaya.
Dalam Minggu Laetare ini, kita bersukacita karena sudah separuh jalan menjalani masa Puasa dan Pantang (Masa Prapaskah). Kita bersukacita karena kita sudah berhasil dalam perjuangan untuk mengutamakan kehidupan rohani daripada kehidupan duniawi sampai pertengahan Masa Prapaskah. Minggu Laetare mengingatkan kita bahwa Masa Prapaskah merupakan simbol perjuangan kita di dunia untuk mencapai sukacita abadi yang dilambangkan dengan Paskah. Sukacita abadi kita peroleh berkat kehidupan, wafat, dan kebangkitan Tuhan Yesus. Karena itu, Minggu Laetare (Minggu Sukacita) ini memberikan kepada kita semua semangat untuk menyelesaikan Masa Prapaskah ini dengan sukacita rohani yang besar. Penderitaan dan kesulitan dalam perjuangan kita untuk menyelesaikan Masa Prapaskah ini tidak sebanding dengan sukacita abadi, yaitu sukacita Paskah, yang akan kita peroleh: “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan jaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Ibrani 8:18).
Kita bersukacita karena telah mendapatkan jaminan penghiburan dan keselamatan dari Allah. Kita percaya bahwa orang yang mengandalkan Tuhan tidak akan berkekurangan. Hal ini seperti nampak dalam ulangan mazmur tanggapan: “Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku”. Bagi yang percaya kepada-Nya, Tuhan akan mengantarnya pada padang rumput yang hijau, dibebaskan dari bahaya, mengurapinya dengan minyak dan senantiasa memperoleh kemurahan Ilahi dari Tuhan.
Pengalaman sukacita itu pun dapat kita lihat dalam perjumpaan Tuhan Yesus dengan orang yang buta. Dalam Injil dikisahkan tentang orang yang buta sejak lahir. Dalam tradisi Yahudi, dosa bisa menjadikan seseorang itu mendapatkan kebutuan sejak lahir. Hal ini pula yang membuat para murid Yesus mempertanyakan siapa yang telah berdosa sehingga orang ini dilahirkan demikian. Tuhan Yesus membongkar pemikiran mereka. Keadaan orang itu bukanlah terjadi akibat dosa. Tetapi melalui keadaan orang itu sukacita dari Allah dinyatakan. Ia membawa terang baginya. Bagi orang buta itu, suka cita terbesar yang ia rasakan adalah bahwa ia dapat melihat. Itulah yang Tuhan Yesus berikan kepadanya. Pengalaman demikian pun dirasakan oleh Daud. Bukan karena paras yang indah dan bukan pula karena badan yang kekar yang dipilih Tuhan. Bukan pula karena keundahan yang ditampilkan mata mausia yang dipilih Allah. Tetapi Tuhan Allah memilih Daud karena hatinya. Hati yang selalu rindu akan Tuhan. Hati yang selalu terarah pada cinta kasih Allah. Itulah iman dari Daud. Iman itulah yang membuatnya dipilih oleh Allah menjadi raja. Iman itu pula yang membawa sukacita besar bagi Daud.
Disiapkan oleh: Laurentius Melvin Pratama