sekretariat@parokisanmare.or.id

021-745 9715, 745 9726

Jadwal Misa
Senin-Sabtu : 06.00 WIB
Jumat Pertama : 06.00, 12.00, 19.30 WIB
Sabtu : 17.00 WIB
Minggu : 06.30, 09.00, 17.00 WIB

Sampaikan Intensi Misa: WA Sekretariat SanMaRe

Warta - No 51 - 23 Desember 2018

Natal: Kasih yang Tidak Berkesudahan

Romo Lucky Nikasius, Pr

[Download versi PDF]

Natal: Kasih yang Tidak Berkesudahan

Natal menjadi momen yang dinanti setiap keluarga Kristiani. Karena Natal merupakan momen istimewa keluarga. Anak-anak libur, sanak saudara berkumpul untuk bersama merayakan kelahiran Sang Immanuel, Allah berserta kita. Nyanyian sendu penuh dengan suasana romantik dan syahdu dikumandangkan. Gemerlap kelap kelip lampu di pohon terang, palungan, dan berbagai ornamen natal, menambah sukacita dan kegembiraan dari perayaan natal.

Natal sungguh merupakan perayaan keluarga. Allah yang mengungkapkan cintaNya yang begitu besar kepada manusia (Yoh. 3:16) dan hadir di tengah-tengah kita. Ia lahir dalam palungan dan dibungkus dengan kain lampin (Luk. 2:7) karena tiada tempat bagi Maria untuk bersalin. Inilah ungkapan kesungguhan Allah yang mau merendahkan diriNya (Flp. 2:8) dan mengaruniakan damai sejahtera bagi keluarga-keluarga kita. Janji Allah akan keselamatan bukan pepesan kosong. Dia lahir, Dia hadir dan Dia datang untukmu dan untukku. Untuk apa Dia melakukan semuanya itu?

Natal: Kasih yang Tidak BerkesudahanSemoga kisah ini memberi inspirasi bagi kita dalam merayakan Natal. Ketika berkarya di tanah Papua yang begitu indah dan menawan, saya mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan umat. “Bagaimana saya mewartakan kabar sukacita, jika bahasa saya tidak bisa ditangkap oleh mereka?” tutur saya dalam hati. Kesulitan itu dikarenakan bahasa Indonesia masih menjadi asing di pedalaman. Bahasa sehari-hari mereka adalah bahasa Ekari dari suku Mee yang baru saya dengar dan ketahui sejak saya bertugas di sana.

Untuk mewartakan sukacita Tuhan berbagai cara saya buat. Mulai dari bahasa tarzan, body language, menggunakan alat peraga, dan sebagainya; dengan terus berupaya untuk belajar bahasa mereka. Saya berpikir seandainya saja saya bisa bahasa mereka dan menjadi bagian dari budaya mereka, pasti dengan mudah saya mewartakan firman kepada mereka. Dan betul setelah saya diangkat menjadi bagian dari mereka dengan diberikannya nama adat, Kihaigaibi, yang artinya selalu tersenyum dan membawa sukacita. Saya menjadi mudah untuk “masuk” dan berkomunikasi dengan mereka.

Tepatlah kutipan dari surat Yohanes, “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1 Yoh. 4:9-10).

Mari kita rayakan natal dengan penuh sukacita karena Dia datang untuk mengasihi kita dengan Kasih yang tidak berkesudahan. Selamat Natal, Damai dan Sukacita senantiasa tinggal bersama kita dan di tengah keluarga.