Keselamatan bagi Yang Beriman
Renungan P. John Laba SDB dari pejesdb.com
[Download versi lengkap warta - PDF]
Pada zaman dahulu orang kusta selalu disingkirkan dalam masyarakat sosial karena mereka itu digolongkan najis. Mereka harus tinggal sendirian, dijauhkan dari kontaknya dengan manusia yang lain. Kalau mereka berjalan di jalan raya, umumnya mereka berpakaian compang-camping, rambutnya juga tidak disisir dengan baik dan dari jauh mereka harus berteriak: “Saya orang kusta”. Orang-orang sehat dengan sendirinya akan menjauhkan dirinya dari mereka.
Ketika dalam perjalanan ke Yerusalem, Yesus berjumpa dengan sepuluh orang kusta. Seperti biasa orang kusta ini minder dan berdiri agak jauh dari Yesus dan rombongannya, tetapi mereka membuat inisiatif pertama dengan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Sapaan mereka ini menunjukkan pengenalan mereka akan Yesus sebagai pribadi yang sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Inisiatif untuk memanggil nama Yesus dan memohon belas kasihNya ini menunjukkan bahwa mereka membutuhkan Yesus di dalam hidup. Orang lain tidak membuka diri untuk menerima mereka, hanya Yesus saja yang menerima dan menyembuhkan mereka.
Untuk itu Yesus menyuruh mereka untuk pergi dan memperlihatkan diri mereka kepada para imam. Mengapa Yesus menyuruh mereka untuk berjumpa dengan para imam? Karena pada saat itu mereka sudah tersingkir dalam masyarakat social, tidak ikut dalam tugas peribadatan karena dianggap najis. Sekarang mereka akan menjadi tahir dan boleh bergabung dengan jemaat lain yang sehat. Mereka harus menunjukkan diri di depan imam dan publik supaya diteria kembali.
Yesus pun menyembuhkan mereka ketika mereka sedang dalam perjalanan untuk menunjukkan diri di hadapan imam. Ketika menyadari bahwa mereka sudah sembuh, salah seorang di antara mereka yakni orang Samaria kembali lalu tersungkur di hadapan Yesus. Ia bersyukur dan memuliakan Allah karena keselamatan yang diterima melalui Yesus. Sembilan orang Yahudi tidak mengucapkan terima kasih. Mereka merasa diri sebagai orang Yahudi maka keselamatan itu gratis, menjadi hak mereka dan tak perlu bersyukur.
Kisah Injil ini memang sangat menarik. Yesus sebelum masuk ke Yerusalem, Ia menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Orang-orang Samaria dan Yahudi saling bermusuhan. Namun kehadiran Yesus kiranya mempersatukan mereka yang sedang bermusuhan. Apalagi Yesus pada saat itu dalam perjalanan menuju ke Yerusalem untuk mewujudkan rencana keselamatan Bapa bagi umat manusia.
Hal menarik lainnya adalah dari sepuluh orang kusta hanya orang Samaria yang tahu berterima kasih. Memang mereka sama-sama berinisiatif untuk mendekati Yesus tetapi pada akhirnya orang yang dianggap berasal dari luar komunitas yang datang dan bersyukur. Orang luar komunitas ternyata lebih beriman daripada mereka yang sehari-hari mengakui dirinya beriman.
Orang Samaria yang sakit kusta, disembuhkan dan berterima kasih kepada Yesus itu mirip dengan Naaman, panglima raja Aram. Ketika Naaman sadar bahwa kulitnya berubah, mengalami sakit kusta, ia memohon petunjuk kepada abdi Tuhan yakni Elisa. Elisa menyuruhnya untuk membenamkan dirinya ke dalam air sungai Yordan sebanyak tujuh kali. Ia pun memperoleh kesembuhan dan memuliakan Allah Israel serta ingin mempersembahkan persembahan. Tetapi Elisa menolak persembahan itu. Naaman akhirnya berjanji untuk memberikan persembahan kepada Allah Israel.
Sabda Tuhan pada pekan ini memiliki makna yang sangat mendalam. Hidup kristiani akan semakin bermakna kalau kita selalu mencari Tuhan, menemukanNya dan tinggal bersamaNya. Kita juga tidak harus memandang status quo keselamatan sebagai milik kita. Orang-orang yang tidak seiman dengan kita dapat berubah cara pandangnya ketika melihat segala perbuatan baik, pelayanan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan dan sesama tanpa memandang siapakah orang yang dilayani. Rasa syukur dan terima kasih juga hendaknya dimiliki setiap orang. Orang yang sungguh-sungguh beriman akan selalu bersyukur dan berterima kasih.