sekretariat@parokisanmare.or.id

021-745 9715, 745 9726

Jadwal Misa
Senin-Sabtu : 06.00 WIB
Jumat Pertama : 06.00, 12.00, 19.30 WIB
Sabtu : 17.00 WIB
Minggu : 06.30, 09.00, 17.00 WIB

Sampaikan Intensi Misa: WA Sekretariat SanMaRe

Warta - No 09 - 1 Maret 2020

Paduan Suara SanMaRe
Terlibat dalam Konser Apresiasi Paul Widyawan

Disiapkan oleh Dika Alberto

[Download versi lengkap warta - PDF]

Paduan Suara SanMaRe - Terlibat dalam Konser Apresiasi Paul Widyawan

Nama Paul Widyawan tentunya sangat familiar bagi umat katolik. Karya-karya beliau dalam musik liturgi yang inkulturatif merupakan warisan yang sangat berharga bagi gereja katolik di Indonesia. Ekspresi khas tradisional Indonesia terasa sangat kental dan hidup, dengan penjiwaan yang tertuang dalam syair-syairnya, antara lain gaya Jawa, Sunda, Bali, Mandarin, Mentawai, Sumatra, Sulawesi, dan lain-lain.

Oleh karena itu, patutlah disyukuri bahwa pada malam konser apresiasi Madah Bakti Paul Widyawan, yang diselenggarakan pada hari Sabtu, tanggal 22 Februari 2020, pukul 18:30 WIB di Gereja St. Andreas – Paroki Kedoya, Paduan Suara SanMaRe dapat ikut berpartisipasi bersama paduan suara- paduan suara dari paroki lainnya, OMK, seminari, para suster, dan murid sekolah dasar. Total 10 partisipan, masing-masing mempersembahkan 2 buah lagu dan 1 lagu wajib, yang dinyanyikan bersama-sama di akhir konser.  

Paduan Suara SanMaRe - Terlibat dalam Konser Apresiasi Paul Widyawan

Turut tampil pula sebagai pembuka, paduan suara warga senior, Mutiara Senja dari Paroki Kedoya, dan Romo Karl-Edmund Prier, SJ. Peserta termuda berusia 9 tahun, dan tertua 93 tahun. Paduan Suara SanMaRe tampil dengan nomor urut 4, membawakan  lagu undian: Sewaka Bakti (gaya Jawa) dan Niat Hati (gaya Manggarai-Flores).

Sungguh luar biasa malam apresiasi ini. Menunjukkan betapa beragam, betapa kaya kebudayaan Indonesia dan betapa dahsyat karya-karya beliau. Malam itu juga, kami berkesempatan mendengarkan dan menyaksikan kekuatan, ciri dan warna dari masing-masing paduan suara. Konser seperti ini semakin membuka wawasan, sehingga kami tidak menjadi seperti katak dalam tempurung. Apalagi setelah mendengar ulasan Romo Prier dan Pak Agus Surono dari PML (Pusat Musik Liturgi) Yogyakarta. 

Kalimat yang paling berkesan ialah “Lagu inkulturasi tidak bisa dinyanyikan dengan vokal Barat”. Kalimat ini bermakna sangat dalam, karena untuk dapat menjiwai dan menyanyikan lagu inkulturasi dengan baik dan benar, kita harus benar-benar masuk ke dalam, mempelajari gesture, dialek, bentuk, warna suara dan hal-hal lain dalam kultur tersebut. Intinya…kami semua masih perlu banyak belajar. SEMANGAT!!!