Rekoleksi DPH
Menjadi Aktivis Gereja: Call to Serve
Disiapkan oleh Osa Hartoyo
Mengawali tahun 2019, ada catatan yang sangat relevan dari hasil rekoleksi Dewan Paroki Harian (DPH) tahun lalu dan sangat tepat untuk kita semua. Terutama, hal ini akan bermanfaat sebagai kick-off awal tahun. Teman-teman Dewan Paroki (DP) Pleno akan terus berkarya dan pada pertengahan tahun ini, sebagian akan berganti dalam kepengurusan.
Kedua Romo Paroki, Rm. Lucky dan Rm. Sylvester ikut hadir dalam rekoleksi di Pusat Pastoral (Puspas) KAJ - Samadi Klender. Refleksi ini sifatnya umum dan menjadi bahan pembelajaran yang sangat baik. Tujuan dari rekoleksi ini adalah agar kita lebih tekun meng-upgrade diri dan agar kedudukan kita dipertajam dan diperkuat dalam pengalaman Iman, sehingga menjadi jembatan yang lebih kokoh satu sama lain. Disamping itu juga team-work kita perlu diperbaiki.
Kami dipandu oleh fasilitator Rm. Yus Ardianto Pr (Direktur Puspas KAJ), Rm. Jost Kokoh Pr, dan Mas Muluk Agung. Hal ini mengingatkan kita pada Markus 9.50 yang menyebutkan bahwa “Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain”. Jadi kita perlu selalu mengasah diri dan mengedepankan kemajuan secara kolektif.
Call to serve: Menjadi anggota DP Pleno adalah tugas pelayanan yang sifatnya call to serve. Kita menjadi pribadi yang terpanggil dan secara spiritual melayani seksi/bagian/komunitas dengan kerendahan hati. Rm. Yus ini menyampaikan bahwa karakter yang diharapkan bagi kita adalah kerjasama dengan semangat kolegialitas, yaitu diterjemahkan sebagai collective intelligence.
Problem Regenerasi: Disampaikan juga oleh Rm. Yus bahwa selalu ada kondisi dimana tidak mudah menemukan umat yang tepat untuk aktif, melainkan ‘dia dia lagi’ atau cenderung sudah ‘lanjut usia’. Lalu ada juga anggota yang tersinggung jika tidak terpilih lagi menjadi anggota DP Pleno. Rm. Yus mengutarakan bahwa misalnya kualitas hidup rohani kita ada saja yang kurang pas, kehidupan pribadi kita juga menjadi perhatian, dan keluarga selalu menjadi sorotan.
Ada paroki yang ‘berwajah tua’ dan ada yang ‘berwajah segar’. Semoga di paroki kita hal ini sudah dapat diantisipasi dengan banyaknya wajah segar yang berkarya dengan giat. Maka yang ditekankan adalah keteladanan dan empati.
Gerakan Pastoral di Paroki Berpusat di Lingkungan: Rm. Yus mengutarakan bahwa kualitas pengurus lingkungan kadang-kadang cuma seadanya. Maka perlu ditingkatkan dengan melakukan training. Maka mereka misalnya perlu diikut sertakan dalam kursus seperti Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP), Emmaus Journey (EJ), Fully Alive Experience (FAE), dan sebagainya. Gerakan pastoral paroki pusatnya terletak di 33 lingkungan kita, sehingga lingkungan yang rajin menyelenggarakan kegiatan dan guyub, pasti akan menghasilkan figur aktivis yang lebih memadai.
Semoga ini semua menjadi gerakan yang positif di antara teman-teman di seksi/bagian/kategorial. Sebab, tidak semua hal dapat ditangani oleh Romo Paroki kita. Inisiatif tersebut perlu ditumbuhkembangkan oleh kita sebagai awam. Sukses untuk kita semua dalam Mengamalkan Pancasila, Berhikmat menuju Bangsa Bermartabat. Amin